search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Cerita Saksi Mata Letusan Gunung Agung Tahun 1963 (1)
Sabtu, 14 Desember 2024, 16:33 WITA Follow
image

bbn/ilustrasi/metta/Cerita Saksi Mata Letusan Gunung Agung Tahun 1963 (1).

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, BANGLI.

Gunung Agung di Karangasem Bali yang meletus tahun 1963 menyisakan kenangan dan pengalaman tersendiri terutama bagi saksi mata langsung yang masih hidup hingga saat ini.

Berikut cerita dari salah satu saksi mata sejarah tentang sebelum dan saat terjadinya letusan Gunung Agung.

Pada saat hari telah senja dan suasana menjadi remang-remang, saya melihat beberapa orang dewasa pergi ke sawah seperti biasa untuk memasang "bubu" atau perangkap ikan. 

Saya dengan sangat jelas dapat melihat mereka karena hamparan sawah tersebut ada di belakang halaman rumah saya yang dibatasi hanya dengan pagar pepohonan yang tingginya sebahu orang dewasa. Namun saya menjadi kaget dan bertanya-tanya dalam hati ketika mereka kompak berdiri bersama-sama dan menghadap ke arah timur laut. 

Setelah beberapa saat kemudian mereka berteriak saling sambung menyambung dengan kata "api, api, api", kemudian berteriak "gunung meletus" berkali-kali. Hal tersebut kontan saja membuat saya panik dan ikut berteriak sehingga semua anggota keluarga keluar rumah dan berdiri di halaman belakang. Karena rasa ingin tahu yang terlalu besar maka kami satu persatu pergi menuju sawah lewat celah-celah pagar belakang rumah. 

Setelah sampai di sawah maka saya  menoleh ke arah timur laut. Sangat menakjubkan melihat kejadian alam yang begitu dahsyat. Gunung Agung yang kesehariannya terlihat cantik nan agung dan menjulang tinggi diantara pepohonan yang menghijau serta langit yang membiru berbentuk lancip seperti piramida kini telah berubah," kenang Made Suganda dalam buku "Bali Jadul". 

Pada malam itu Gunung Agung seolah-olah murka dengan menyemburkan gumpalan-gumpalan api dari dalam perutnya. Api yang keluar dari dalam kawah dapat saya dan juga kami lihat dengan jelas menyinari puncak gunung sehingga terlihat dengan jelas. Suara dentuman mengawali dan kemudian api menyembur ke angkasa. 

Aktivitas ini berlangsung terus menerus pada malam hari. Terkadang api yang keluar ukurannya kecil dan sesaat kemudian ukurannya lebih besar dan disusul dengan dentuman yang kemudian mengeluarkan api ukuran raksasa. Sungguh menakjubkan dan sekaligus menakutkan. Kejadian berlangsung terus menerus setiap hari entah sampai berapa hari, minggu atau bulan. 

Semenjak itu perhatian masyarakat pada umumnya mengarah kepada Gunung Agung. Kalau pagi hari kepulan asap tebal membumbung tinggi ke angkasa yang mana seolah-olah berlomba-lomba keluar dari perut bumi dengan bentuk jamur raksasa.

Pada suatu hari setelah 2 atau 3 hari (kalau saya tidak salah) bencana itu betul-betul datang. Yang pertama kali adalah hujan biasa yang begitu lebat. Setelah itu disusul dengan hujan pasir yang berlangsung cukup lama. Bisa dibayangkan ketika itu ada hujan pasir yang mana ukurannya dari halus sampai dengan ukuran agak kasar. 

Pada saat itu kendaraan bermotor sangat jarang, baik itu sepeda motor maupun mobil. Untuk mobil pribadi sangat jarang sekali. Kalau di Kota Bangli mungkin sejumlah jari tangan kanan saja (5 buah). Oleh karena itu saat terjadinya bencana hujan pasir maupun hujan abu tidak banyak korban material di kota tempat saya tinggal yaitu Kota Bangli. 

Setelah turunnya hujan pasir maka secara rutin tiap hari hampir selalu terjadi hujan abu dalam tempo yang cukup lama. Kejadian ini berlangsung terus menerus, berhari-hari, berminggu-minggu dan berbulan-bulan.

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/psk



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami