Kesaksian Kepala BKD Bali Kuatkan Gugatan Adnya Mulyadi di PTUN
Jumat, 13 September 2019,
13:45 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Beritabali.com, Denpasar. Sidang gugatan Gede Adnya Mulyadi terhadap Surat Keputusan (SK) Bupati Karangasem IGA Mas Sumatri yang memutasikan dirinya dari jabatan Sekda I menjadi staf ahli per 19 Juli 2019 lalu, kembali digulirkan pada sidang Pengadilan Tata Usaha Negara, Jumat (13/9) di Denpasar.
[pilihan-redaksi]
Pada sidang yang digelar di PTUN Denpasar ini, Hakim Uis Riyanti,SH.MH memimpin jalannya persidangan didampingi hakim anggota Anggota Diana Yustikasari,SH dan Anita Linda Sugiarto,SH.MH.
Pada sidang yang digelar di PTUN Denpasar ini, Hakim Uis Riyanti,SH.MH memimpin jalannya persidangan didampingi hakim anggota Anggota Diana Yustikasari,SH dan Anita Linda Sugiarto,SH.MH.
Tim kuasa hukum pemohon, I Made Bandem Danan Jaya SH,.dkk,. menghadirkan Kepala BKD Provinsi Bali, Ketut Lihadnyana sebagai ahli dalam persidangan untuk didengarkan aturan tentang ketentuan dilakukannya pengambilan keputusan serta prosedur yang harus dilalui terhadap pihak yang dimutasikan.
Dalam keterangannya, Lihadnyana mengawali soal dirinya yang baru menjabat selama kurang lebih 7 bulan sebagai kepala BKD Provinsi Bali. Dimana sebelumnya ditunjuk sebagai PLT pada posisi jabatannya sekarang yang dijalankan selama lebih dari 1 tahun.
Di hadapan Majelis Hakim dan perwakilan pihak team termohon yang diwakili bagian hukum Pemkab Karangasem, dijabarkan panjang lebar tentang aturan pemutasian dan keputusan dari undang-unsang kepegawaian dilingkup ASN. Dari apa yang dijabarkan ahli lebih pada menguatkan pihak pemohon (Adnya Mulyadi).
Dikatakan Lihadnyana bahwa soal persoalan ini telah diatur dalam kebijakan penyelenggara negara, harus mengacu kepada prosedur yang ada dan pada norma. Terlebih kata dia, keputusan yang diambil harus menjamin adanya sebuah akuntabilitas dan menjamin adanya rasa keadilan sesuai norma yang ada.
Lanjutnya, jika seorang ASN diberhentikan atau dimutasikan dari jabatannya dan pejabat merasa keberatan. Hal tersebut sudah diatur dalam ketentuan, dimana ada waktu selama 21 hari untuk mempelajari keputusan yang dikeluarkan oleh pimpinan dalam hal ini kepala daerah.
Setelah dipelajari keputusan tersebut, kata dia selama rentan 21 hari (waktu kerja) bisa diajukan permohonan menolak isi keutusan kepada si pembuat keputusan itu. Selanjutnya ada waktu 10 hari untuk menunggu jawaban dari si pembuat keputusan dan itu bisa di jawab tidak harus oleh si pembuat keputusan.
"Bupati kan, punya staff. Tidak harus Bupati yang menjawab, jika dianggap tidak ada jawaban atau putusan kembali apa yang diajukan pemohon dalam rentan waktu yang ditentukan 10 hari, artinya apa yang diajukan pemohon seolah bisa dianggap disetujui," kata Lihadnyana.
Namun bila ditanggapi, sambungnya, dan pemohon masih menolak apa yang jadi putusan lanjutan, maka demikian Lihadnyana menyebut bisa dilakukan banding ke pemerintahan Provinsi Bali.
"Persoalan ini sudah diatur dalam pasal 77 undang undang tentang ASN. Persoalannya saat ini sudah melewati waktu 10 hari dari tanggapan bupati, jadi seolah permohonan pemohon dikabulkan. Jadi untuk apa lakukan banding lagi," demikian Lihadnyana.
Sebagaimana diketahui bahwa Adnya Mulyadi mengajukan permohonan ke PTUN agar gugatan terkait SK mutasi yang dikeluarkan Bupati itu dikabulkan.
“Permohonan ini kami ajukan karena tidak adanya tanggapan dari Bupati Karangasem terhadap surat keberatan dari klien kami (Sekretaris Daerah Karangasem ), tertanggal 6 Agustus 2019 hingga melampaui batas 10 ( sepuluh ) hari kerja, sebagaimana waktu yang diatur dalam pasal 53 ayat (2) UU No. 30 thn 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” terang I Made Bandem Danan Jaya SH, di PTUN Denpasar.
Selain itu, dasar hukum atas keberatan kliennya itu, yakni Peraturan Mahkamah Agung No. 8 tahun 2017 tentang Pedoman beracara untuk memperoleh putusan atas penerimaan permohonan agar mendapatkan keputusan.
Dijelaskan ketentuan dalam Pasal 53 UU No. 30 thn 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, mengatur kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan memutus penerimaan permohonan untuk mendapatkan keputusan atau tindakan badan atau Pejabat pemerintahan.
Sementara dalam petitumnya, Adnya Mulyadi melalui kuasa hukumnya memohon PTUN Denpasar mengabulkan seluruh permohonannya dengan membatalkan SK Bupati Karangasem No. 821.4/1484/BKPSDM/SETDA tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan pemerintah kabupaten Karangasem, tertanggal 19 Juli 2019.
Selain itu, Adnya Mulyadi juga mengajukan permohonan memohon kepada majelis hakim PTUN untuk mewajibkan termohon dalam hal ini Bupati Karangasem untuk menerbitkan dan menetapkan keputusan pencabutan SK No. 821.4/1484/BKPSDM/SETDA yang sudah dikeluarkan itu.
[pilihan-redaksi2]
“Kami juga memohon agar PTUN mewajibkan untuk menerbitkan SK TUN sesuai dengan upaya keberatan klien kami tertanggal 6 agustus 2019, terkait keberatan terhadap SK mutasi yang dikeluarkan Bupati Karangasem itu,” tegas Bandem.
“Kami juga memohon agar PTUN mewajibkan untuk menerbitkan SK TUN sesuai dengan upaya keberatan klien kami tertanggal 6 agustus 2019, terkait keberatan terhadap SK mutasi yang dikeluarkan Bupati Karangasem itu,” tegas Bandem.
Sementara petitum lainnya yang diajukan Adnya Mulyadi, yakni, menghukum termohon untuk memberikan ganti rugi kepada Pemohon sebesar Rp 32.039.747,00 (Tiga Puluh Dua Juta, Tiga Puluh Sembilan Ribu, Tujuh Ratus Empat Puluh Tujuh Rupiah), sebagai pengganti kerugian yang telah dideritanya dan bea materai Rp. 6000.
Selain itu, Adnya Mulyadi juga memohon dihadapan hakim PTUN Denpasar agar mewajibkan Bupati Karangasem IGA Mas Sumatri untuk menerbitkan SK yang berisi tentang rehabilitasi dirinya. (bbn/maw/rob)
Berita Denpasar Terbaru
Reporter: bbn/maw