search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Koster: Tari Sakral Tidak Boleh Dipentaskan untuk Komersialisasi Seperti Rekor MURI
Selasa, 17 September 2019, 14:10 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Gubernur Bali Wayan Koster menyebut seni budaya yang ada di Bali bukan seni biasa, melainkan berakar dari karya yang diciptakan untuk kepentingan upakara. Di mana kepentingan agama dan upakara agama dijalankan dengan satu tradisi adat istiadat yang juga diisi dengan unsur seni. 
 
[pilihan-redaksi]
"Itulah kelebihan kita di Bali, ada gamelan serta tarian. Tariannya bersifat sakral karena dipentaskan saat ada upacara agama,” kata Gubernur Koster di hadapan awak media seusai prosesi 'Penandatanganan Keputusan Bersama Tentang Penguatan dan Perlindungan Tari Sakral Bali', di Rumah Jabatan Gubernur Bali, Jayasabha, Denpasar, pada Selasa (17/9) pagi.
 
Dewasa ini, lanjut Gubernur Koster,  banyak seni tari sakral yang banyak bergeser dan mulai dipentaskan untuk kepentingan komersialisasi. Dipentaskan di sembarang tempat bahkan dijadikan alat untuk mendapatkan penghargaan seperti Rekor MURI
 
“Kondisi ini kami anggap desakralisasi, yang akan menurunkan kesakralan, akan menggeser dan merusak tatanan seni budaya yang diwariskan leluhur. Untuk itulah dalam rangka menguatkan adat dan kebudayaan lokal, saya pandang penting untuk memprioritaskan  menjaga, melestarikan dan memelihara tatanan seni tradisi yang kita punya, khususnya tari sakral,”  ujar Gubernur kelahiran Desa Sembiran, Kabupaten Buleleng ini. 
 
Gubernur menegaskan, masyarakat juga perlu memahami pentingnya hal ini, dan memang harus dijaga bersama kesakralannya, sebagai suatu karya kreatif yang dibuat untuk upakara keagamaan, adat, agama dan budaya dalam satu kesatuan.
 
Namun demikan, Ketua DPD PDI Perjuangan Bali ini tak menampik pula bahwa banyak seniman yang mendapatkan inspirasi untuk mengembangkan suatu tarian baru dari tarian-tarian sakral tersebut.  Langkah ini sama sekali bukan untuk mengekang kreativitas, seniman, sanggar seni, serta sekaa yang ada di Bali
 
"Silahkan berkreasi dengan berbasis kepada seni tradisi sakral, namun tentu dibedakan dari garapan dan kemasannya. Namanya pun beda. Ini semata-mata untuk kepentingan penguatan kesakralan tari tradisi kita, agar kita punya ‘pagar’ untuk mengontrol hal tersebut. Mudah-mudahan ini jadi langkah penting kita untuk memajukan kebudayaan di Bali,” katanya lagi. 
 
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace)  juga menyampaikan rasa apresiasinya dengan kesepakatan yang ditandatangani oleh berbagai pihak dan lembaga yang berkepentingan. 
 
[pilihan-redaksi2]
"Jika saya mengambil sudut pandang seniman, maka akan sangat berbeda orientasinya jika kita membawakan tarian yang sakral. Ini karena orientasinya 100 persen adalah persembahan kepada Tuhan, bukan untuk menghibur apalagi komersil. Kalau demikian sudah menyimpang namanya,” ujar pria yang juga seniman tari ini. 
 
Sementara itu, Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof  I Gede Arya Sugiartha menyebut daftar tarian yang disakralkan tersebut sudah melaui kajian antara lain melibatkan tim dari ISI Denpasar, dinas Kebudayaan provinsi Bali serta Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan (Listibya) Provinsi Bali. “Kesepakatan ini tentu akan diteruskan dengan sosialisasi lebih lanjut ke masyarakat, agar tidak terjadi salah pemahaman. Sekali lagi ini bukan mengekang kreativitas, namun upaya untuk mendudukkan seni sakral ini di tempat yang semestinya. Unsur nilainya bisa berkembang lagi di masyarakat,” urainya. (bbn/humasbali/rob)

Reporter: Humas Bali



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami