Antisipasi Pemerintah pada Pendidikan di Indonesia Saat Pandemi
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Belakangan ini, pandemi virus corona telah menyebabkan seluruh dunia mengalami darurat pendidikan. Berdasarkan data UNESCO, terdapat 1,6 miliar pelajar di dunia ini yang diliburkan dari sekolah dan universitas pada bulan April sebagai langkah menekan penyebaran Covid-19.
[pilihan-redaks]
Langkah tersebut mengakibatkan 9,7 juta pelajar berisiko putus sekolah secara permanen karena banyak keluarga merasa tidak bisa memfasilitasi akses pembelajaran anaknya di rumah.
Penutupan sekolah dan universitas juga sangat berpengaruh terhadap akses pendidikan yang diterima oleh pelajar. Organisasi Save the Children melaporkan bahwa selama pandemi ini terdapat 12 negara yang paling berisiko tertinggal dalam akses pendidikan seperti Nigeria, Afghanistan, Pakistan, dan sebagainya. Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemsikinan (TNP2K) pada 2019, jumlah anak Indonesia yang tidak bersekolah mencapai 4,5 juta. Data ini menggambarkan bahwa sebelum masa pandemi saja jumlah anak yang mengalami putus sekolah di Indonesia sudah sangat tinggi. Akankah Indonesia menjadi salah satu negara yang paling berisiko tertinggal akses pendidikannya? Lalu, apa saja faktor yang membuat banyak anak mengalami putus sekolah dan apa saja kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah ini?
Faktor Putus Sekolah
Fenomena putus sekolah tidak terlepas dari kondisi perekonomian masyarakat yang mulai lesu karena penghasilannya berkurang atau kehilangan pekerjaan. Krisis ekonomi semacam ini dapat mendorong 90 hingga 117 juta anak ke dalam kemiskinan. Faktor ini yang menjadi salah satu alasan sebanyak 9,7 juta anak terancam tidak bisa kembali bersekolah atau putus sekolah.
Selain itu, Kemendikbud mencatat ada 8.552 sekolah yang belum teraliri listrik dan 42.159 sekolah yang belum mendapatkan akses internet. Kurangnya akses internet dan listrik di daerah terpencil menjadikan banyak anak yang berhenti sekolah bahkan dituntut untuk bekerja. Di tengah banyaknya siswa sedang mempersiapkan pembelajaran tahun ajaran baru, Unicef mengeluarkan data bahwa lebih dari 2 juta anak Indonesia tidak dapat menikmati pendidikan lanjutannya karena lebih memilih bekerja menjadi buruh. Karena kemiskinan dan tanggungan keluarga yang melebihi kapasitas, akhirnya banyak anak yang terjun bekerja dan memberhentikan sekolahnya.
Kebijakan Pemerintah
Kebijakan dari pemerintah untuk mengantisipasi meningkatnya angka putus sekolah adalah merelaksasi penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk mendukung sekolah menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan. Dana BOS yang sudah sampai ke tangan sekolah itu boleh digunakan secara fleksibel untuk persiapan protokol kesehatan maupun meningkatkan infrastruktur dalam akses pendidikan.
Pemimpin perguruan tinggi juga meringankan hingga membebaskan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa yang ekonominya terdampak Covid-19. Kebijakan tersebut sesuai dengan Permenrisetdikti Nomor 39 Tahun 2017. Pemerintah juga dapat memberikan insentif khusus bagi Perguruan Tinggi Swasta (PTS) untuk mencegah adanya mahasiswa yang putus sekolah.
Selain dana BOS, pemerintah juga membantu menekan jumlah pelajar yang mengalami putus sekolah dengan mengeluarkan program Kartu Indonesia Pintar. KIP ini merupakan salah satu program unggulan Presiden Jokowi dalam bidang Pendidikan yang dijanjikan pada Pilpres 2014 lalu. Pemerintah mengharapkan dengan adanya KIP dapat menghilangkan hambatan anak usia sekolah secara ekonomi untuk berpatisipasi di sekolah. Dengan demikian, mereka dapat memperoleh akses pelayanan yang lebih baik lagi dan mampu mencegah siswa mengalami putus sekolah serta mendorong anak yang putus sekolah kembali bersekolah.
Implementasinya
Kebijakan dana BOS yang diberikan pemerintah ke sekolah sudah sangat membantu pihak sekolah dan siswa lainnya. Namun dalam praktiknya, dana BOS dari pusat sangat sering terlambat disalurkan ke berbagai daerah. Hal ini menyebabkan sekolah sulit dalam memaksimalkan penggunaan dana dan kesulitan dalam membuat buku pertanggangjawaban keuangan yang perlu diserahkan nantinya. Lambatnya dana BOS yang datang juga mengakibatkan terjadinya sisa lebih pengguna anggaran sehingga sekolah belum bisa memfasilitasi infrastruktur secara merata.
Selama masa pandemi ini, pemerintah sudah menyalurkan dana sebesar 40,2 T atau 56,5% APBN untuk kas desa demi membantu masyarakat kecil yang terdampak efek dari pandemi. Selain itu, pemerintah juga memberikan beberapa dana bantuan operasional sekolah (BOS) dalam tiga jenis yaitu BOS reguler, BOS kinerja, dan BOS afirmasi. Namun, kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan membuat masyarakat daerah cuek saja akan bantuan sekolah yang diberikan. Sehingga program bantuan ini belum terbilang sukses karena pemakaiannya belum dapat menekan jumlah anak putus sekolah di daerah terpencil.
Konsep yang ada pada Kartu Indonesia Pintar sudah cukup jelas penerimaannya. Namun, implementasinya masih cukup menuai problematik. Cara penyaluran bantuan ini masih simpang siur dan belum tepat sasaran. Data yang digunakan sebagai pedoman siapa saja yang memerlukan KIP tidak valid, sehingga ada anak yang sudah selesai sekolah namun masih mendapatkan bantuan.
Peran pemerintah daerah sangat diperlukan untuk menekan potensi adanya kekurangan dana BOS dan dana perguruan tinggi selama masa pandemi dengan mendata peserta didik dan mahasiswa yang rentan mengalami putus sekolah. Sehingga diharapkan pemberian bantuan akan lebih tepat sasaran dan tidak menyimpang lagi.
Kebijakan yang diambil pemerintah saat ini sudah sangat membantu banyak pelajar yang ada di Indonesia. Namun, masih ada beberapa problematik yang perlu ditangani pemerintah untuk mengurangi bolongnya implementasi yang sudah dirancang. Tentu saja untuk menyukseskan program ini, partisipasi dari seluruh pihak diperlukan agar meminimalkan kesalahan yang terjadi pada praktiknya.
Diharapkan dengan bantuan pemerintah kali ini mampu menekan jumlah pelajar yang mengalami putus sekolah di Indonesia selama masa pandemi ini. Selain itu, dalam menyukseskan bantuan pemerintah, kesadaran dari keluarga akan pentingnya pendidikan juga menjadi salah satu senjata bagi anak untuk terhindar dari putus sekolah.
Penulis
Ni Putu Maryati Saputri
Students at Sampoerna University
Reporter: bbn/opn