search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Soal Oknum Sulinggih "Berkasus", Ngurah Harta: Ini Tanda Zaman Kaliyuga
Selasa, 9 Maret 2021, 19:05 WITA Follow
image

beritabali/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Pengamat spiritual sekaligus sesepuh perguruan Sandhi Murthi, Ngurah Harta menanggapi polemik akhir-akhir ini tentang oknum Sulinggih atau pemuka agama Hindu yang dikaitkan dengan kasus pelecehan seksual.

Menurutnya hal ini merupakan simbol dari Kaliyuga, dalam tutur orang tua dulu dimana kala orang berlomba-lomba ingin menjadi Sulinggih itu adalah simbol Kaliyuga sudah di ambang pintu. Dan, kata dia, semua pihak harus evaluasi diri atau Mulat Sarira.

Ia menyarankan agar Sulinggih membenahi diri dan jangan hanya ingin diakui oleh masyarakat bahwa sudah suci dengan didiksa menjadi sulinggih. Menurutnya, perilaku yang harus dibenahi dengan tingkah laku positif, bukan simbol yang dijalankan.

"Kalau simbol dijalankan tapi perilakunya seperti raksasa, itu artinya apa?," katanya, Selasa (9/3/2021).

Sulinggih Zaman Raja

Sekarang, lanjutnya, Sulinggih tidak seangker pada zaman dulu ketika dirinya masih anak-anak. Sekarang, kata dia, Sulinggih perilakunya hanya action saja untuk tujuan tertentu yang tidak bisa didapatkan ketika sebelum menjadi Sulinggih. 

Masyarakat kita cepat sekali kagum melihat kegagahan yang dipoles tanpa dasar perilaku yang benar, sehingga banyak mengklaim diri menjadi sesuatu yang dikhayalkan karena mendengar cerita dan melihat perlakukan masyarakat terhadap sulinggih yang sangat dihormati sekali.

Berbeda dengan dulu, dimana menurut penuturannya, waktu zaman kerajaan orang yang akan mediksa menjadi sulinggih harus menghadap raja dan sembahyang di tempat persembahyangan Raja. Kalau sudah direstui oleh raja, beliau memerintahkan desa asal dari calon sulinggih untuk membuat panitia pediksan Sulinggih. Sehingga Sulinggih itu sisyanya adalah warga desa tempatnya didiksa dengan sepengetahuan raja.

"Sekarang di zaman republik ini posisi raja itu ada pada Parisadha, yang duduk di Parisadha harus memahami tata kelola tradisional dengan pemahaman adat istiadat dan budaya yang baik tentang diksa pariksa siapa guru waktu calon sulinggih dan siapa guru diksanya dan panitia dari desa adatnya juga harus jelas," tegasnya sembari menambahkan sehingga ada yang mempertanggungjawabkan perilaku calon sulinggih saat sudah menjadi Sulinggih. 

Reporter: bbn/rob



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami