search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Atasi Stunting Harus Dimulai dari Pemenuhan Nutrisi Calon Orangtua
Sabtu, 8 Mei 2021, 12:25 WITA Follow
image

beritabali.com/ist/suara.com/Atasi Stunting Harus Dimulai dari Pemenuhan Nutrisi Calon Orangtua

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Isu stunting (masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek dari standar usianya) masih menjadi masalah di Indonesia. Hal ini tentu menjadi perhatian banyak pihak. Dan jika tidak ditangani secara serius, akan semakin banyak anak dengan perkembangan kognitif yang lambat, yang nantinya tumbuh menjadi generasi yang kurang produktif.

Oleh karena itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) turut berpartisipasi mencegah penurunan angka stunting berkolaborasi dengan Prenagen dan Klikdokter.

Group Business Unit Head Woman Nutrition KALBE Nutritionals, Sinteisa Sunarjo, mengatakan bahwa kompleksitas masalah stunting di Indonesia membutuhkan kerja sama dari semua pihak.

Dalam acara ‘Smart Sharing: Program Kerja Sama Penurunan Angka Stunting di Indonesia’, Selasa (4/5/2021), Sinteisa menyebut bahwa dalam upaya penurunan kasus stunting, dibutuhkan nutrisi penting bagi calon orangtua.

“Nutrisi berperan penting, dan harus diperhatikan bagi calon orangtua, baik yang masih dalam masa perencanaan, masa hamil, hingga menyusui,” ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Bina Akses Pelayanan Keluarga Berencana BKKBN dr. Zamhir Setiawan M. Epid, mengatakan bahwa selama lima tahun terakhir angka stunting di Indonesia sebenarnya telah mengalami perbaikan. Jumlah kasus stunting di tahun 2019 adalah 27,67 persen. Angka ini berhasil ditekan dari 37,8 persen di tahun 2013.

Namun, menurut dr. Zamhir, perbaikan ini masih belum cukup, karena angka ini masih lebih tinggi dibanding toleransi maksimal dari WHO yang kurang dari 20 persen.(sumber: suara.com)

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami