search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Gegara Rusia, Ada Kebangkitan Nuklir di Asia
Rabu, 27 Juli 2022, 17:23 WITA Follow
image

beritabali.com/cnbcindonesia.com/Gegara Rusia, Ada Kebangkitan Nuklir di Asia

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DUNIA.

Beberapa negara-negara Asia mulai mengembangkan kembali penggunaan nuklir sebagai sumber energi. Hal ini didasari oleh ancaman krisis energi yang saat ini melanda dunia.

Mengutip Al Jazeera, setidaknya ada beberapa negara besar yang mulai kembali mengembangkan hal ini. Kebanyakan berada di wilayah Asia Timur dan juga Asia Selatan.

Jepang telah mulai memulai kembali rencana pengembangan pembangkit nuklir yang telah menganggur sejak bencana nuklir Fukushima 2011. Perdana Menteri (PM) Fumio Kishida berjanji untuk mendapatkan setidaknya sembilan reaktor dan berjalan pada musim dingin utara untuk memenuhi kebutuhan energi negara yang terus meningkat.

Di Korea Selatan, Presiden Yoon Seok Yeol yang baru terpilih telah melanjutkan pembangunan dua reaktor dan memperpanjang umur reaktor yang sudah beroperasi. Ini berseberangan dengan janji pendahulunya Moon Jae In untuk menghapuskan tenaga nuklir.

China, yang memberlakukan moratorium selama setahun pada pembangkit nuklir baru setelah bencana Fukushima, memiliki setidaknya 52 reaktor nuklir yang sedang dibangun atau direncanakan. World Nuclear Association bahkan menyebut Beijing memiliki proposal untuk penggunaan 150 pembangkit nuklir.

India dan Pakistan, keduanya memiliki rencana ambisius untuk memperbesar kapasitas nuklir mereka yang sudah cukup besar, memulai operasi atau memulai proyek nuklir baru dalam beberapa bulan terakhir.

Taiwan pun saat ini juga menghadapi pelemahan kelompok anti nuklir. Ini terkait dengan keamanan energi masa depan pulau itu.

Kebangkitan nuklir menandai perubahan dramatis setelah beberapa peristiwa seperti cuaca ekstrem dan perang di Ukraina. Ini kemudian menaikan harga minyak dan gas ke level tertinggi hingga memotori beberapa negara untuk menghidupkan kembali nuklir.

"Dengan harga gas alam mencapai rekor tertinggi, tenaga nuklir tampaknya menjadi satu-satunya pilihan cepat untuk melepaskan diri dari pemadaman dan inflasi energi," terang wakil presiden untuk urusan internasional dan direktur Pusat Studi Strategis Keamanan Energi di Universitas Seoul, Ahn Se Hyun, kepada Al Jazeera, Rabu (27/7/2022).

Meski begitu, ada juga beberapa isu negatif yang meliputi pengembangan energi nuklir ini mulai dari penemuan komponen di bawah standar hingga inspeksi yang longgar.

Selain itu, penyimpanan limbah nuklir juga tetap menjadi masalah dari kamar politik dan lingkungan. Publik juga diketahui masih memiliki imajinasi terkait resiko bahan bakar berbahaya itu bahkan dengan kemajuan teknologi keselamatan dalam reaktor generasi baru.

Di Korea Selatan dan Taiwan, tenaga nuklir juga harus bergulat dengan hubungan yang masih ada dengan pemerintah otoriter masa lalu. Ini juga membuat nuklir sulit dijual bagi partai-partai berhaluan kiri.

Sementara itu, isu terkait polusi yang ditimbulkan nuklir juga masih menyeruak. Meski nuklir diperkirakan hanya menghasilkan sekitar sepersepuluh karbon dibanding batu bara , beberapa juru kampanye lingkungan berpendapat bahwa nuklir masih menghasilkan emisi yang sangat tinggi dibandingkan dengan energi terbarukan seperti matahari dan angin.

"Teknologi menyukainya karena tampaknya bersih pada titik pasokan listrik, tetapi mengabaikan biaya merusak di bagian lain dari siklus hidup, seperti tambang uranium, pabrik uranium, pemrosesan bahan bakar, dan penyimpanan limbah," papar profesor kebijakan energi di University of Sussex Business School, Benjamin K. Sovacool.

"Ketika Anda memperhitungkannya, beberapa pembangkit listrik tenaga nuklir memiliki jejak karbon yang sama dengan gas alam, bahan bakar fosil."

Sovacool juga menambahkan bahwa nuklir memiliki investasi yang cukup mahal sehingga belum tentu menjadi solusi dari persoalan kenaikan harga energi saat ini.

"Berinvestasi dalam energi nuklir seperti memerangi kelaparan dunia dengan kaviar," tambahnya.(sumber: cnbcindonesia.com)

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami