search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Dunia Bakal Resesi Semua Tak Pasti, Skenarionya Bikin Ngeri
Rabu, 5 Oktober 2022, 11:41 WITA Follow
image

beritabali.com/cnbcindonesia.com/Dunia Bakal Resesi Semua Tak Pasti, Skenarionya Bikin Ngeri

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DUNIA.

Perekonomian dunia diramal akan mengalami resesi tahun 2023 mendatang. Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, faktor geopolitik global menjadi faktor penentu selain tantangan pemilihan pasca Covid-19.

"Kalau kita lihat perekonomian dunia volatilitas terus meningkat, risiko geopolitik juga semakin besar," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (4/10/2022).

Andry menjelaskan, situasi faktor geopolitik akan menjadi faktor utama dalam merespon kebijakan moneter suatu negara dan proyeksi ekonomi kedepan. Konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina menjadi sorotan para regulator moneter negara maju dalam menentukan kebijakannya.

"Jika bulan Februari lalu Rusia tidak menyerang Ukraina kita bisa melihat ekspektasi tak setinggi ini," ucapnya.

Andry menyebut, perang antara Rusia dan Ukraina tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Bahkan diperkirakan akan berlangsung lama yang akan mempengaruhi perekonomian global.

"Fiscal balance Rusia yang diuntungkan akibat perang, kita berangkat ke skenario yang lebih buruk," ucapnya.

Selanjutnya, dari sisi perekonomian, ekonomi AS juga lebih baik dibandingkan dengan negara Eropa. Akibat perang Rusia dan Ukraina mempengaruhi pasokan gas ke Eropa. Sementara itu, AS tidak terlalu terdampak karena telah menjadi negara penghasil Sumber Daya Alam (SDA) termasuk minyak dan gas.

Hal itu yang menyebabkan mata uang di negara Eropa melemah terhadap dolar AS. Seperti diketahui, saat ini mata uang poundsterling dan euro melemah terhadap dolar Amerika Serikat (US$). Bahkan, saat ini Eropa sedang mengalami stagflasi.

"Eropa ekonomi turun tapi inflasi tinggi. Akhir tahun ini menghadapi kebutuhan gas yang meningkat karena memasuki winter," imbuhnya.

Andry menerangkan, pelaku pasar melihat inflasi di AS melonjak dan suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR) relatif ketat hingga masih diperkirakan akan mengalami kenaikan hingga tahun depan.

"Target kenaikan The Fed sendiri akan berakhir di 2024, baru turun 4 persen. Respon kebijakan tersebut kita perlu perhatikan karena akan berdampak pada ekspektasi resesi," jelasnya.

Banyak lembaga pemeringkat di dunia yang memproyeksikan perekonomian dunia akan terjadi perlambatan pertumbuhan pada 2023 mendatang.

"Di Indonesia juga demikian, bahwa pada 2023 akan flat bahkan pertumbuhannya lebih rendah dari tahun ini. Tapi dari sisi level masih lebih baik," pungkasnya.(sumber: cnbcindonesia.com)
 

Editor: Juniar

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami