Ketua MDA Bali Dikritik Usai Duduk Sejajar dengan Sulinggih Saat Muput
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, GIANYAR.
Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Bali menjadi sasaran kritik pedas menyusul beredarnya foto yang memperlihatkan dirinya duduk sejajar dengan seorang sulinggih (pendeta Hindu) saat memimpin ritual muput.
Insiden ini, yang terekam dalam busana lengkap dan ketu (penutup kepala pendeta), dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap tata krama adat Bali oleh Jro Bendesa Adat Batuyang, Guru Made Sukarta.
Guru Made Sukarta menyatakan keprihatinannya yang mendalam terhadap tindakan Ketua MDA Bali, menyebutnya "melenceng dari tata titi adat Bali" dan bahkan sebagai "bentuk pelecehan halus terhadap kehormatan adat Bali itu sendiri."
Menurutnya, dalam tradisi Hindu Bali, seorang walaka (orang awam) tidak seharusnya duduk sejajar dengan Ida Sulinggih ketika upacara sakral sedang berlangsung.
"Sepengetahuan kami, tidak pernah ada walaka yang duduk sejajar dengan Ida Sulinggih ketika beliau sedang muput," ujar Guru Made pada Senin (28/7).
Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa Ketua MDA Bali tidak memahami tata titi agama Hindu. Lebih lanjut, Guru Made Sukarta menggarisbawahi kontradiksi antara tugas Ketua MDA sebagai penjaga adat dengan perilakunya sendiri.
"Pernyataan ingin melestarikan Bali tidak relevan jika etika dasar seperti ini saja tidak dipahami. Tindakan ini justru merendahkan Bali, agama Hindu, dan martabat Ida Sulinggih," kritiknya.
Ia juga menekankan bahwa usia Ketua MDA Bali yang lebih dari 65 tahun seharusnya sudah cukup untuk memahami etika duduk dalam prosesi sakral.
"Prosesi muput bersifat sakral, bukan pertemuan biasa. Duduk sejajar hanya dapat dibenarkan dalam konteks pertemuan resmi antara sulinggih dengan pejabat tinggi seperti gubernur. Jika dibiarkan, ini akan sangat mempermalukan kepemimpinan adat Bali," tambahnya.
Guru Made Sukarta menegaskan bahwa "tata titi, tata krama, dan sopan santun" adalah inti kehidupan masyarakat Bali. Ia menyatakan bahwa tindakan yang mengabaikan nilai-nilai ini, terutama oleh pihak yang seharusnya menjadi penjaga adat, akan mengikis kepercayaan publik.
"Tingkah laku Ketua MDA ini jelas tidak mencerminkan tata krama orang Bali. Jangan hanya menggembar-gemborkan pelestarian Bali dalam spanduk, tetapi malah menjatuhkan kehormatan agama Hindu," pungkasnya.
Menyikapi hal ini, Guru Made Sukarta mendesak pemerintah daerah dan DPRD Bali untuk segera memanggil Ketua MDA Bali guna mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan publik.
"Kami berharap DPRD Bali tidak mengabaikan isu ini. Ini adalah ranah sakral, bukan sekadar masalah internal. Jika Ketua MDA Bali tidak mampu menjaga tata krama, sebaiknya ia mengundurkan diri. Bali tidak membutuhkan simbol adat yang hanya retoris, tetapi tidak memahami etika," tutupnya.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/gnr