Transaksi Kripto Tak Lagi Kena PPN, Ini Aturan Baru yang Berlaku Mulai Agustus 2025
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Pemerintah resmi menerbitkan tiga Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terbaru yang mengatur ketentuan perpajakan atas transaksi aset kripto.
Ketiga regulasi tersebut yakni PMK Nomor 50 Tahun 2025, PMK Nomor 53 Tahun 2025, dan PMK Nomor 54 Tahun 2025, yang berlaku mulai 1 Agustus 2025.
Ketiga aturan ini merupakan tindak lanjut dari perubahan status aset kripto yang sebelumnya dikategorikan sebagai komoditi menjadi aset keuangan digital, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
“Latar belakang diterbitkannya ketiga PMK adalah karena adanya perubahan status aset kripto sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), dari yang awalnya komoditi menjadi aset keuangan digital. Namun kini, sesuai ketentuan OJK, aset kripto dikategorikan sebagai aset keuangan yang dipersamakan surat berharga, sehingga tidak lagi dikenakan PPN,” jelas Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Rosmauli.
Dengan penyesuaian ini, transaksi penyerahan aset kripto yang kini dipersamakan dengan surat berharga dibebaskan dari kewajiban Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Meski demikian, penghasilan dari transaksi kripto tetap dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 22 dengan tarif yang ditetapkan sebesar 0,21% untuk transaksi di platform dalam negeri, dan 1% untuk transaksi melalui platform luar negeri.
PMK ini juga mengatur mengenai Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD), Penyelenggara Bursa Aset Keuangan Digital, serta jenis layanan yang berkaitan dengan aset kripto seperti penyediaan sarana elektronik dan jasa verifikasi oleh penambang kripto.
“Pengaturan ini bertujuan menciptakan kepastian hukum dan konsistensi perlakuan pajak sejalan dengan karakteristik dan status baru aset kripto sebagai aset keuangan digital sesuai UU P2SK,” tegas Rosmauli.
Di sisi lain, aktivitas yang dilakukan oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dan penambang kripto tetap dikenai PPN dan PPh atas jasa yang diberikan. Untuk penyediaan sarana elektronik, PPN dikenakan atas nilai lain sebesar 11/12 dari penggantian, sedangkan jasa penambangan dikenakan PPN dengan besaran tertentu dan PPh sesuai tarif umum.
Rosmauli menegaskan bahwa kebijakan ini bukanlah jenis pajak baru, melainkan penyesuaian terhadap dinamika perkembangan ekosistem keuangan digital, khususnya kripto.
Ketentuan lebih lengkap mengenai PMK-50/2025, PMK-53/2025, dan PMK-54/2025 dapat diakses di laman resmi Direktorat Jenderal Pajak di pajak.go.id.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/rls