Akun
guest@beritabali.com

Beritabali ID:


Langganan
logo
Beritabali Premium Aktif

Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium




Bawaslu Bali: Intimidasi Pemilih Adalah Pengkhianatan Hak Rakyat

Sabtu, 20 September 2025, 23:49 WITA Follow
Beritabali.com

beritabali/ist/Bawaslu Bali: Intimidasi Pemilih Adalah Pengkhianatan Hak Rakyat.

IKUTI BERITABALI.COM DI GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Isu intimidasi pemilih menjadi sorotan tajam mahasiswa STMI Handayani dalam diskusi politik dan pendidikan demokrasi bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bali, Sabtu (20/9/2025). 

Mereka menilai praktik pemilu sering dirusak bukan hanya oleh politik uang, tetapi juga tekanan dan ancaman yang membuat pemilih kehilangan kebebasannya.

"Bagaimana kalau ada orang yang dipaksa memilih karena takut diancam? Apakah itu masih bisa disebut demokrasi?” tanya salah satu mahasiswa yang hadir.

Menanggapi hal itu, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Bali, Ketut Ariyani, menegaskan bahwa praktik intimidasi tidak boleh dibiarkan.

“Intimidasi itu pengkhianatan paling telanjang terhadap hak rakyat. Demokrasi menuntut kebebasan memilih, tapi intimidasi membuat rakyat memilih bukan karena hati, melainkan karena rasa takut,” ujarnya.

Ariyani menjelaskan, bentuk intimidasi bisa hadir dalam berbagai wujud, mulai dari ancaman kekerasan, tekanan atasan di tempat kerja, janji fasilitas dengan syarat memilih, hingga bisikan halus yang membuat pemilih merasa tidak punya pilihan lain.

“Inilah yang berbahaya, karena intimidasi seringkali tidak kasat mata, tapi dampaknya nyata, rakyat kehilangan kedaulatannya,” tambahnya.

Ia menegaskan, Bawaslu bertugas memastikan intimidasi tidak tumbuh dalam ruang demokrasi. Upaya yang dilakukan mencakup pencegahan melalui edukasi, pemetaan kerawanan, hingga membuka ruang pengaduan masyarakat.

“Kalau ada intimidasi, laporkan. Kami punya kewajiban melindungi hak pilih warga. Karena suara rakyat itu suci, dan tidak boleh dipaksa oleh siapapun,” tegasnya.

Meski demikian, Ariyani mengakui ada batasan dalam pengawasan. Bawaslu hanya bisa mengawasi TPS dan kontestan, tetapi tidak bisa masuk ke dalam hati pemilih. Karena itu, partisipasi publik, khususnya generasi muda, sangat dibutuhkan.

“Kami bisa mengawasi TPS dan kontestan, tapi tidak bisa mengawasi isi hati pemilih. Disinilah generasi muda harus hadir, berani membuka suara, membela hak fundamental dari demokrasi, dan melaporkan setiap praktik tekanan yang mereka lihat,” ujarnya.

Ia menutup diskusi dengan menekankan bahwa intimidasi bukan sekadar pelanggaran prosedural, melainkan ancaman serius bagi kebebasan politik rakyat.

“Demokrasi yang lahir dari intimidasi tidak akan pernah jujur. Karena itu, kita semua punya tanggung jawab menghentikannya, laporkan dan biarkan Bawaslu yang menindaklanjutinya,” pungkas Ariyani.

Beritabali.com

Berlangganan BeritaBali
untuk membaca cerita lengkapnya

Lanjutkan

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami