search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Warga Ababi Gelar Ritual Kerbau Bertanduk Emas
Rabu, 24 Oktober 2007, 20:53 WITA Follow
image

Beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Krisis air di kalangan masyarakat Karangasem nampak sudah menjadi warisan turun temurun. Hal ini terbukti dari banyaknya mitos-mitos dan kepercayaan masyarakat setempat tentang permohonan terhadap salah satu kebutuhan vital mahluk hidup itu lewat jalan upacara ritual.

 


Jika Di Desa Seraya Timur dikenal adanya tradisi Gebug Ende yang berlatar belakang kepercayaan memohon hujan, di wilayah Abang, tepatnya di desa Pekraman Ababi juga mengenal ritual Mapag Toya (menyambut air-red) yang konon digelar dalam situasi krisis air atau setidaknya setiap 10 tahun sekali yang dipusatkan di sumber air Beji Ehe, Ababi.

Bersamaan dengan perhitungan hari baik Buda Cemeng Klawu, Rabu (24/10) ritual Mapag Toya yang sudah lebih dari 20 Tahun terakhir belum pernah digelar ini kembali dilaksanakan. Perlengkapan atau persembahan sesaji terhadap upacara ini tergolong unik, yakni diisi dengan Daging kerbau Panggang dimana pada Tanduknya diselopi (dilapisi-red) emas. Selain itu juga dilengkapi hewan korban seperti Kambing hitam, Anjing Bang Bungkem, Angsa, Bebek dan sejumlah Ayam sebagai pelengkap sesajen.
Bendesa Adat Ababi yang juga ketua panitia pelaksanaan Upacara, I Wayan Subertha menginformasikan ritual Mapag Toya yang bermakna memohon limpahan sumber air di wilayahnya itu berkaitan dengan kepercayaan masyarakat adat setempat terkait keberangkatan Dewi Danu, dari Ulundanu Batur menuju Karangasem dengan membawa air.
Tepatnya di sumber mata air Beji Ehe, warga setempat memohon berkah air itu dengan cara menukarinya melalui ritual kerbau bertanduk emas dan perlengkapan sesaji lainnya. Air yang dibawa Dewi Danu itu pun diyakini warga dituangkan ke sumber air Beji sekarang.
Terlepas dari kepercayaan masyarakat itu dalam beberapa tahun terakhir ini, sumber air Beji Ehe memang menjadi salah satu sumber air penting di Karangasem, selain untuk kebutuhan masyarakat setempat juga dimanfaatkan untuk sebagian masyarakat di Desa Seraya lewat pipanisasi.

Pasang surut debit air yang dihasilkan ini pula melatarbelakangi kembali digelarnya upacara Ritual yang dilengkapi dengan kerbau bertanduk emas itu.
Upacara sejenis pernah digelar sekitar tahun 1985 lalu, sebelumnya menurut penuturan orang-orang tua disini juga pernah menggelar upacara yang sama sekitar tahun 1966 silam. Saat itu terjadi penurunan debit air, dan konon setelah ritual itu digelar berangsur-angsur debit air yang dihasilkan normal kembali,papar Suberatha.
Puncak Upacara Mapag Toya yang oleh masyarakat setempat disebut juga upacara Ngebo itu dipuput oleh Ida Rsi Dukuh Medana dari Griya atur Sari Kangin Abian Jero Abang setelah sehari sebelumnya dilangsungkan upacara Pralina terhadap hewan korban termasuk Kebo (Kerbau-red) yang dipakai perlengkapan ritual.


Upacara yang tergolong besar itu mendapat dukungan dari berbagai pihak termasuk PDAM Karangasem yang telah menyumbangkan kerbau berikut selop tanduk berlapis emas dan dukungan dari pemkab Karangasem sebesar Rp.75 Juta selain juga Swadaya masyarakat dan Punia dari warga sekitarnya terutama yang memanfaatkan sumber air Beji Ehe.

Reporter: bbn/ctg



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami