Ogoh-Ogoh Anas Melanggar Tatwa Agama
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Ogoh-ogoh mirip Anas Urbanigrum mendapat reaksi dari berbagai pihak. Pembuatan ogoh-ogoh yang berbentuk replika Anas sedang digantung di Monas dinilai melenceng dari etika beragama.
"Itu sudah melenceng dari tatwa agama dalam kaitan dengan perayaan Nyepi. Saya berharap pembuatnya bisa merenungkan diri agar agama jangan dipakai ajang politisasi," kata ketua Komisi III DPR RI Gede Pasek Suardika, Selasa (12/3/2013). Pasek berharap, nilai-nilai agama harus lebih dikedepankan bila ingin merayakan hari suci agama.
"Apalagi pembuatnya sudah menyebut nama-nama orang yang masih hidup. Itu sudah rawan. Jangan sampai warga di luar Bali menafsirkan negatif dan bisa berujung pada sentimen SARA," ingatnya. Pasek mengaku menerima banyak pertanyaan dan kritikan kenapa acara ritual agama seperti Nyepi dibiarkan ada pelecehan seperti itu.
"Sentimen SARA banyak dipicu oleh hal-hal sepele. Mohon pembuatnya bisa melakukan Catur Brata Penyepian dengan baik. Lihat kasus Bali Nuraga, hanya dipicu serempetan saja jadi besar begitu. Juga di Sumbawa. Mohon perhatikan juga warga Hindu dan Bali di luar Bali," kata mantan Sekjen Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) tersebut.
Pasek menilai kalau aksi politik dilakukan maka akan dimaklumi. "Tetapi bila dikaitkan dengan Nyepi, maka itu sudah menyentuh keterkaitan dengan nilai-nilai agama. Itu bisa melecehkan agama sendiri selain juga menghina orang lain yang kebetulan beragama berbeda," kata Pasek Suardika. Ia meminta aparat dan tokoh agama bisa menjaga kemurnian dan keheningan ritual agama bisa berjalan dengan baik. Jangan sampai ini justru akan jadi embrio konflik yang tidak diinginkan.
Sementara Ketua Majelis Utama Desa Pakraman Bali, Jero Gede Suwena Putus Upadesa, meminta seluruh Desa Adat atau Desa Pakraman di Bali agar tidak membuat ogoh-ogoh atau patung raksasa yang nyeleneh atau aneh-aneh. Untuk itu, warga dihimbau agar tidak melakukan personifikasi terhadap ogoh-ogoh yang dibuatnya.
"Jangan sampai ada warga yang membuat ogoh-ogoh mirip dengan tokoh tertentu atau menyinggung kelompok tertentu. Karena ogoh-ogoh itu adalah lambang kekuatan jahat (bhuta kalla) dan orang yang dipersonifikasi tersebut akan disamakan dengan kejahatan," kata Suwena, di Denpasar, Senin (11/3/2013).
Suwena menyoroti sejumlah pemberitaan media yang menyebutkan jika ada ogoh-ogoh mirip Anas Urbaningrum, lengkap dengan Tugu Monas dan tali. Baginya, ogoh-ogoh seperti ini seharusnya dilarang untuk dipawai karena menyinggung pihak atau orang tertentu.
"Tanggungjawab penuh dari ogoh-ogoh seperti itu adalah Desa Adat yang bersangkutan. Bila Desa Adat yang bersangkutan mengizinkannya maka tidak ada masalah sejauh itu bisa dipertanggungjawabkan," tegasnya.
Menurut Suwena, kreatifitas seperti itu sah-sah saja tetapi harus bisa dipertanggungjawabkan. Setelah ogoh-ogoh itu diarak-arak, dia harus dibakar atau diprelina agar suci.
"Intinya, ogoh-ogoh itu lambang kejahatan, dan ia dibakar sebagai simbol kejahatan yang dilakukan sebelumnya untuk mengharmoniskan ruang dan waktu," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, Nyoman Tenaya (41) warga Banjar Tegal Sari, Dangin Puri, Denpasar membuat mirip Anas Urbaningrum. Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu sedang tergantung di Monumen Nasional (Monas) Jakarta. Anas mengenakan baju batik berwarna biru, terusan celana bahan hitam dan lehernya terbelit tambang berwarna hijau. Di belakang Anas terdapat Monas. Dan di belakang Monas terdapat seekor kera hitam yang memegang tali mengikat leher Anas.
Tenaya mengaku memanfaatkan momentum ogoh-ogoh sebagai kritik sosial. Tahun lalu, ia membuat ogoh-ogoh "Miss Wisma", yang melambangkan Angelina Sondakh yang sedang berboncengan sepeda ontel dengan Muhammad Nazaruddin, rekannya di Partai Demokrat.
Reporter: bbn/psk