search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Museum Keramik Tanteri di Pejaten Dibuka Secara Resmi
Minggu, 24 Mei 2015, 21:05 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, TABANAN.

Setelah empat tahun didirikan secara bertahap, Museum Seni Keramik Tanteri yang berlokasi di Desa Pejaten, Kediri, akhirnya dibuka secara resmi. Acara grand opening museum ini dihadiri langsung oleh Wakil Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya pada Sabtu (23/5). Dengan telah diresmikan, museum ini diharapkan mampu berkembang menjadi satu tempat rujukan bagi industri keramik yang berkembang di Bali maupun Indonesia.
 
“Saya berharap berdirinya museum ini bisa menjadi wahana pembelajaran sekaligus tolak ukur kesenian keramik. Bukan hanya yang berkembang di Bali, tapi Indonesia juga,” ujar Wakil Bupati Sanjaya kepada para undangan mulai dari unsur Muspika hingga beberapa tokoh puri di Tabanan, serta tokoh masyarakat lainnya yang hadir di acara peresmian tersebut.
 
Menurutnya, sudah sejak lama dirinya mengetahui bahwa I Putu Oka Mahendra selaku pemilik punya obsesi membangun sebuah museum yang khusus men-display berbagai model keramik. Karena kebetulan, Oka Mahendra merupakan sejawatnya saat masih tercatat sebagai anggota DPRD Kabupaten Tabanan pada periode 2009-2014.
 
“Jadi saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada beliau,” imbuhnya seraya berharap kehadiran museum yang dimiliki rekannya tersebuh bisa menjadi alternatif bagi para wisatawan untuk singgah ke Desa Pejaten.
 
Sementara itu, Oka Mahendra menuturkan, keinginan pendirian museum tersebut sejatnya sudah ada semasa ayahnya masih menjabat sebagai perbekel atau kepala desa antara tahun 80-an sampai 90-an. Itu sebabnya, museum itu diberi nama sesuai nama ayahnya, Tanteri. “Meski idenya sudah lama, pendirian museum ini baru bisa direalisasikan pada 2011 lalu secara bertahap,” ungkapnya.
 
Lebih jauh dia menceritakan, keramik, gerabah, atau kerajinan apapun yang berbahan baku tanah liat memang begitu identik dengan Desa Pejaten. Sebab kerajinan inilah yang telah menopang kehidupan masyarakat setempat sejak masa lalu. “Dulu sekitar tahun 70-an, desa ini merupakan tempat yang tandus. Lahan pertanian yang tersedia tidak memadai. Kerajinan gerabahlah yang membantu menopang hidup masyarakat di sini,” tuturnya.
 
Pada masa itu, gerabah hasil buatan masyarakat setempat ditukar dengan beras atau sandang lainnya. Sehingga boleh dibilang gerabah merupakan satu-satunya alat tukar atau barter yang mampu dimiliki masyarakat setempat untuk menyambung hidupnya.
 
Pada dekade berikutnya, sekitar tahun 1985, industri keramik dan gerabah di desa ini semakin berkembang. Ini seiring dengan diperkenalkannya teknik pemanasan dengan temperatur tinggi oleh seorang tamu Belanda yang singgah di desa tersebut. Dengan teknik ini, keramik dan gerabah yang dihasilkan jauh lebih bermutu. “Sejak saat itulah kerajinan keramik dan gerabah di desa ini berkembang pesat,” imbuhnya.
Terkait dengan museumnya, para tamu yang datang nantinya tidak hanya bisa melihat-lihat berbagai keramik hasil produksi desa setempat yang dipajang. Namun tamu juga bisa melihat secara langsung proses pembuatan keramik mulai dari tahap pengolahan bahan baku berupa tanah liat, pembuatan, hingga proses akhir serta finishing. 

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami