search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Berharap Informasi Yang Mendidik di Stand Kuliner PKB Ke-40
Minggu, 15 Juli 2018, 14:00 WITA Follow
image

Muliarta

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Berkunjung ke stand kuliner Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40 di Taman Budaya (Art Center) Denpasar berharap tidak hanya mendapatkan sajian makanan enak, tetapi juga mendapatkan informasi yang mendidik. Informasi yang mendidik terkait cara pengolahan, pemilihan bahan hingga teknik penyajian makanan masing-masing kabupaten dan kota di Bali. Apalagi cara mengolah dan menyajikan makanan tiap daerah di Bali berbeda dan memiliki seni tersendiri. Demikian harapan Chef The Kayon Resort, Ubud, Gianyar I Wayan Edi Karditha.

Sebagai seorang koki di sebuah hotel, tentu Edi ingin mendapatkan informasi yang lengkap untuk nantinya bisa diterapkan di tempat kerja, sehingga bisa memberikan sajian kuliner Bali yang istimewa bagi wisatawan. Berharap mendapatkan pengetahuan baru yang dapat dijadikan tuntunan dalam mengembangkan keahlian dan kemampuan dalam bidang kuliner. Dengan pengetahuan yang didapatkan, Edi ingin mengangkat keunggulan kuliner lokal Bali sebagai sajian yang istimewa.

Sayang, harapan tinggallah harapan, karena pada kenyataanya dilapangan tampilan dan sajian stand kuliner di arena PKB dari tahun ke tahun tetap sama. Padahal seharusnya tampilan dan sajian stand kuliner berganti setiap tahun sesuai dengan tema yang diusung di PKB. Menurut Edi, hal ini bisa terjadi karena panitia kesulitan mencari ide baru atau karena ada faktor lain yang menjadi hambatan. Seperti salah satunya faktor harga sewa stand yang tinggi sehingga peserta hanya mengejar omset dan enggan melakukan inovasi.

“Misalnya dari harga sewa stand-nya, kalau harga sewa murah atau terjangkau dan di diberikan kesempatan berjualan di tand, pasti berlomba mereka menunjukkan keunikan kuliner dari masing-masing daerah” kata pria kelahiran Blahbatuh 22 Agustus 1982 saat di konfirmasi di Denpasar pada Minggu (15/7).

Ayah tiga anak itu mengusulkan dalam stand kuliner PKB para peserta pameran diwajibkan untuk menjaga cita rasa dan melakukan penyajian tanpa adanya modifikasi. Akan lebih baik lagi jika konsumen yang datang ke stand kuliner bisa melihat langsung cara pembuatannya. Sedangkan dari segi penataan, stand harus bersih dan jangan sampai penataan stand menyerupai pasar senggol. “Jangan lingkungan stand makanan dicampur dengan stand makanan modern, semisalnya ada stand blayag Buleleng, disampingnya ada dagang sosis, ice cream atau yang lainnya, kalau di pasar senggol semuanya bersampur, tidak ada special culiner jadinnya” jelas pria yang bersodiak Virgo tersebut.

Edi yang memiliki hobi memasak ini berpandangan jika selama ini kuliner dalam ajang PKB belum dipandang sebagai sebuah seni, baik dari proses pengolahan hingga penyajian. Kedepan perlu sebuah perencanaan dan penataan yang matang sehingga kehadiran kuliner melalui stand kuliner di PKB tidak hanya sebagai pelengkap saja. “Jangan salah kalau konsep awal benar dan matang dari persiapan, strategi promosi dan hal-hal yang mendukung di dalamnya, bisa saja yang diburu disana kuliner yang lebih dominan, sambil menikmati hiburan atau pertunjukkan disana” jelas pria yang mengidolakan tokoh BJ Habibie.

 

 

 

Edi menegaskan akan lebih bagus lagi jika kedepannya tema kuliner yang ditampilkan di arena PKB menyesuaikan dengan tema PKB. Dengan menampilkan kuliner yang selalu berbeda setiap tahun maka stand kuliner tidak terkesan monoton. “Biar ada greget seharusnya tema kulinernya tiap tahun harus ganti. Kalau tema PKB tentang teja atau api bisa dibuat stand yang ada pertunjukan apinya, seperti dibuat live cooking” papar pria yang hobi olahraga bulutangkis tersebut.

Sekretaris Tim Pengawas Independen PKB ke-40, I Nyoman Wija SE Ak, M.Si mengakui bahwa peserta yang terlibat dalam stand kuliner PKB belum mampu memberikan gambaran ciri khas kabupaten/kota. Justru yang terlihat peserta stand kuliner hanya mengejar omset semata, padahal harapannya konsumen yang datang tidak hanya untuk duduk dan makan. “Unsur edukasi belum tercapai, unsur makan dan kenyang mungkin terpenuhi, semua stand pameran begitu” tegas Wija yang juga merupakan Sekretaris Pramusti Bali.

Menurut Wija, semestinya stand kuliner mampu memberikan informasi dan pengetahuan tentang kuliner Bali bagi pengunjungnya. Pengetahuan mulai dari pemilihan bahan, tata cara pengolahan hingga teknis penyajian. Kritik, usulan dan masukan untuk perbaikan stand kuliner juga sudah beberapa kali disampaikan, namun implementasinya belum terlaksana.

Salah seorang peserta stand kuliner dan merupakan pemilik Warung Nabe, Ida Bagus Suryawan mengakui bahwa tidak ada petunjuk apapun dari panitia, yang terpenting hanya menyajikan menu lokal khas Bali. Begitu juga tidak ada petunjuk untuk memberikan edukasi kepada pelanggan stand terkait seni cara mengolah dan menyajikan. “Kita yang mengajukan bila disetujuan diajukan ke provinsi, yang penting bayar adminitrasi. Artinya kita punya ide masing-masing mengajukan permohonan untuk dapat jualan disini dan kita tiap masing-masing stand kena biaya adminitrasi Rp. 5 juta” ungkap pria asal Kediri Tabanan tersebut.

Suryawan mengatakan warung miliknya tampil di stand kuliner PKB mewakili kabupaten Tabanan bersama Warung Klepon, Warung Tanah Lot dan Nasi Ayam Bedugul. Warung Nabe di arena PKB menampilkan menu yang khas seperti menu nasi be genjol, babi kecap, nasi ayam, bakso balung, nasi ayam dengan sambal kecicang, serta menu unggulan gulai iga babi.

Sebagai pemilik Warung Nabe, Suryawan merasa bangga bisa ikut di stand kuliner PKB mewakili Kabupaten Tabanan. Walaupun warungnya tidak ada memiliki cabang di Tabanan dan hanya buka di daerah Abian Kapas Kaja, Denpasar.

Suryawan berharap panitia melakukan penertiban terhadap pedagang acung yang ada di arena PKB. Mengingat para pedagang acung tersebut sangat merugikan dan sangat mengganggu, apalagi para pedagang tersebut tidak bayar. “Bagi kami kalau dia berjualan di depan kami berarti konsumen kami bisa diambil sama dia, konsumen mau beli nasi gak jadi beli nasi, dia beli lumpia atau yang lain” ungkap Suryawan.

Suryawan menjelaskan bahwa secara aturan tidak boleh ada pedagang acung, apalagi di stand kuliner. Walaupun sudah ada petugas satpol PP yang melakukan penertiban dan penegakan, tetapi para pedagang acung tersebut sering kucing-kucingan dengan petugas. “Tiap Satpol PP datang dia pergi, sudah pergi Satpol PP dia datang lagi. Dia kucing-kucingan , saya gak komplain ke meraka karena sama-sama cari makan, sudah ada petugas yang harus memberikan pengarahan, gak sempat saya laporkan” ujar Suryawan.

Wakil Ketua Panitia PKB ke-40, Komang Astita menjelaskan bahwa dalam pedoman yang dibahas saat rapat, memang kuliner yang ditampilkan dalam stand kuliner merupakan kuliner khas kabupaten/kota. Maka kabupaten/kota yang mengetahui kuliner khas di kabupatennya, sehingga sajian kuliner antar kabupaten akan berbeda. “Jadi kalau mereka tidak tahu, artinya yang ikut pameran tidak punya kuliner yang di unggulkan. Itu sudah melalui seleksi, yang lolos seleksi semestinya sudah tahu apa yang mau di pamerkan” papar Astita yang juga merupakan Ketua Listibya Bali.

Astita yang baru saja pensiun sebagai dosen di Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar menyebutkan pameran yang dihadirkan di stand kuliner PKB hanya sebatas menyajikan dan bisa dinikmati oleh masyarakat, belum sampai pada tahap demonstrasi atau mempertunjukkan cara pengolahan dan teknik penyajian. Begitu juga standar yang diberikan panitia sebatas standar umum yaitu higenis dan memenuhi standar kelayakan. “Mereka pada umumnya yang ikut pameran istilahnya berdagang, yang dalam pameran bagaimana cara menyajikan tidak disana tempatnya. Sementara ini, pameran itu adalah untuk menunjukkan kekhasan dari masing-masing kabupaten dan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yang datang ke PKB” kata Astita.

Astita yang kini juga sebagai prajuru di Banjar Kaliungu Kaja, Denpasar mengakui jika keberadaan stand kuliner PKB belum sampai pada tahap edukasi atau untuk informasi yang mendidik terkait pengolahan dan penyajian. Jadi pada intinya hanya pada tahap memberikan pilihan kuliner pada masyarakat, sehingga orang yang tidak tahu kuliner dari kabupaten yang berbeda menjadi tahu dan bisa mencoba kuliner tersebut. [bbn/muliarta]

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami