search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Bali Perlu Wujudkan Budaya Sadar Bencana
Rabu, 3 Oktober 2018, 17:35 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Peran serta dan kesadaran masyarakat menjadi penting dalam upaya mewujudkan budaya sadar bencana, mengingat Bali yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Indonesia yang memiliki cincin api (ring of fire) dengan potensi bencana terutama gempa bumi dan tsunami sebagai ikutannya yang tidak dapat dihindarkan.

Hal ini bercermin dari peristiwa bencana alam seperti rentetan gempa yang terjadi di Lombok hingga yang terbaru adalah gempa disusul tsunami yang meluluhlantahkan wilayah Palu dan Donggala di Sulawesi Tengah dimana ribuan korban jiwa meninggal serta tak terhitung jumlah kerugian materi yang diderita.

Plt Kalaksa BPBD Provinsi Bali, Dewa Putu Mantera SH MH mengatakan dari potensi itu, pasti bencana akan terjadi tetapi belum ada teknologi yang bisa memprediksi kapan hal itu akan terjadi.

Oleh karena itu, katd dia kata kuncinya adalah kewaspadaan bersama.Ia menilai tingkat kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana masih kurang dan mulai meningkat setelah Tsunami di Aceh.

Belajar dari pengalaman berharga dimana surutnya air laut sesaat setelah gempa, masyarakat yang berduyun-duyun bahkan berlomba-lomba menangkap ikan justru menjadi korban dihantam dahsyatnya terjangan tsunami.

Dijelaskan Pemprov Bali melalu BPBD Provinsi Bali gencar melakukan edukasi kepada publik terutama masyarakat dalam rangka kesiapsiagaan bencana, tapi mengingat kejadian bencana tidak terprediksi dan tidak dapat ditolak terjadinya, maka disamping paradigma kesiapsiagaan sekarang sudah bergeser ke paradigma Pengurangan Risiko Bencana (PRB).

Artinya, kata dia ketika bencana terjadi maka langkah utama yang harus dilakukan adalah pengurangan risikonya sehingga dalam PRB dikenal dengan tag line "kenali risikonya, kurangi bahayanya".

Hal ini berarti masyarakat diedukasi untuk mengenali tanda-tanda akan terjadinya bencana, dan jika bencana itu terjadi maka lakukan upaya menjauhi bencana itu sendiri yaitu proses penyelamatan diri.

"Membangun ketangguhan masyarakat harus dimulai dari diri sendiri, karena di saat terjadi bencana maka diri sendirilah yang pertama bisa memberikan pertolongan, bukan menunggu bantuan dari pemerintah," ujarnya.

Terkait anggaran dari pemerintah daerah atau pusat untuk penanggulangan bencana, Putu Mantera menyebut idealnya minimal 1% dari APBN maupun APBD.

Namun realitasnya saat ini ketersediaan anggaran untuk hal tersebut hanya dialokasikan di bawah 1%. Meski demikian, ia menekankan tidak perlu mengeluh dengan keadaan dan memerlukan kerja sama semua pihak (tri angulasi) dalam penanggulangan bencana yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, dalam membangun kesiapsiagaan menuju masyarakat sadar bencana bahkan menjadi budaya sadar bencana.

Selama ini, menurutnya peran dari dunia usaha sudah sangat bagus, disamping memberi bantuan materiil ketika ada bencana, erupsi gunung agung misalnya, juga secara aktif melakukan edukasi internal.

Hal ini mulai dari karyawan dan karyawati pada perusahaan tersebut, secara rutin melakukan pelatihan atau simulasi dalam menghadapi bencana, minimal dengan melakukan pengecekan peralatan yang dimiliki.

Sementara untuk tata ruang terkait antisipasi gempa, Mantera menjelaskan idealnya suatu bangunan mengakomodir motivasi Bencana dan tahan gempa. Menurutnya, tata letak bangunan tradisional Bali yaitu Asta Kosala Kosali telah mengakomodir motivasi dan tahan gempa.

Reporter: bbn/litbang



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami