search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Terobsesi Patung Naga Sebagai Pemersatu Keluarga dan Bakti Orang Tua
Rabu, 14 November 2018, 13:40 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, GIANYAR.

Nyoman Eriawan, konseptor patung Naga Sanga Amurwa Bhumi tidak pernah terbesit berapa biaya yang dihabiskan untuk membuat patung berbahan dasar perak seberat 720 Kg, panjang 20 meter dan tinggi 1,8 meter selama 5 tahun. Kekagumannya pada sosok Naga ingin ia ekspresikan sebagai pemersatu keluarga dan bakti kepada orang tuanya.

Naga dalam kisah legenda digambarkan sebagai sosok yang memiliki kekuatan dahsyat dan di satu sisi dianggap jahat, namun di sisi sebaliknya juga dipuja sebagai penyelamat dan kemakmuran manusia. Sedangkan konsep 9 naga yang berhubungan, menurut Eriawan disimbolkan sebagai refleksi nilai seni yang berkaitan satu sama lain. Keterkaitan inilah yang ia ingin cerminkan dalam keluarga agar tetap harmonis dalam mewarisi usaha.
 
 
Selain itu, karya monumental yang meraih Museum Rekor Indonesia (MURI) kategori patung terberat dan terbesar ini juga persembahkan sebagai wujud bakti kepada kedua orang tua yakni almarhum ayahanda, I Wayan Kantor dan ibunda Ni Wayan Rupet. Mereka diakui telah banyak memberikan bimbingan dan doa kepada anak-anaknya sehingga dapat memberikan keseimbangan dan kebersamaan untuk menjadi keluarga yang utuh dan saling menyayangi satu sama lain.
 
"Kedua orang tua kami berpesan kalau kamu sudah bisa menghasilkan uang, kamu harus punya nilai lebih yang bisa diwariskan kepada generasi keluarga berikutnya," ungkap Eriawan yang terinspirasi dari kata-kata tersebut dalam berkarya, Senin (12/11) saat peresmian patung Naga Amurwa Bhumi di museum UC Silver & Gold, Batubulan, Gianyar.
 
Proses penggarapan patung 9 naga yang dimulai pada 12 Maret 2013 hingga 21 September 2018 ini juga dihubungkan dengan konsep pengider atau 9 arah mata angin dan mempunyai makna kekuatan kemakmuran dan kesejahteraan. Konsep ini juga tidak terlepas dari konsep Sri Bala Jaya Hita; Sri melambangkan kecantikan dan kemakmuran, Bala melambangkan kekuatan, Jaya berarti kemenangan dan Hita yang bermakna kebaikan dan kebahagiaan.

Melalui garapan 25 seniman terampil asal Banjar Calo, Desa Pupuan, Kecamatan Tegalalang, Kabupaten Gianyar, ia juga ingin mengangkat potensi daerahnya asalnya itu di mata dunia, terkait karyanya dipandang dari sebuah destinasi wisata baru. Eriawan menceritakan awalnya merintis usaha silver pada tahun 1989 hanya berbekal keahlian, kesenangan dan kegigihan dalam berkarya membuka toko kecil silver di pojok lapangan Ubud bernama Ubud Corner (UC) dengan karakter produk uniknya, Sweet Dragonfly. 
 
Nama inilah yang kemudian menjadi cikal bakal nama galeri perhiasan terbesar di Gianyar, workshop, museum dan kini dilengkapi restauran UC Silver & Gold yang memperkerjakan 300 lebih karyawan. Kedepan berbekal nilai warisan orang tuanya, Eriawan ingin melestarikan tradisi untuk membukukan ornamen khas tradisonal Bali dan menduplikasi perhiasan Bali kuno yang ditemukan di desa atau duwe puri. 

Reporter: bbn/rob



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami