search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kasus Perdagangan Berjangka di Bali (3): Mahasiswa Minta Gubernur Hentikan Aktivitas PT SGB
Senin, 25 November 2019, 15:50 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Pande Made Widia, Ketua Forum Peduli Komoditi Berjangka yang anggotanya Mahasiswa akan melancarkan aksi demo untuk mendesak Gubernur Bali menindaklanjuti rekomendasi DPRD untuk segera menutup PT Solid Gold Berjangka (SGB).  

[pilihan-redaksi]
"Setelah surat rekomendasi dari DPRD provinsi tidak digubris Gubernur, kami rencananya melancarkan aksi agar gubernur segera menutup PT SGB, sebelum timbul korban lainnya," ujarnya saat acara pembukaan data korban dan seminar motivasi untuk korban yang diadakan Forum Peduli Korban Komoditi Berjangka, Minggu (17/11/2019) di Denpasar.     

Ia mencatat dari total kerugian korban yang terdata sebesar Rp 31 miliar dan perkiraan yang belum terdatat sekitar Rp 30 miliar. Kerugian yang paling banyak berasal dari kabupaten Buleleng, Badung, Denpasar, Gianyar dimana rata-rata per kabupaten besarannya mencapai Rp9 miliar. Pande menyebut setelah pengaduan ke Bapepti disetor ke DPRD Bali, pihaknya akan menyiapkan aksi orasi. 

"Kami lakukan ini untuk Bali karena selain banyak jumlah kerugian juga lembaga bank tersendat, kalo ngga bergerak gimana, kita dijajah loh di daerah kita sendiri," tegasnya.

Sementara itu, salah satu mantan Marketing SGB, Raudatul Janah ikut mendukung upaya korban menuntut haknya dan berharap gubernur Bali menandatangani rekomendasi yang diberikan DPRD Bali untuk menutup SGB.

Lebih jauh ia mengaku selama menjadi marketing SGB dilatih 3 hari untuk mencari nasabah atau klien dan tidak digaji hanya menerma komisi dari perolehan klien. Setelah dikonfirmasi bersama aktivis, ia menyatakan bahwa selama menjadi marketing status yang dianggap oleh perusahaan adalah menjalani pelatihan bukan sebagai tenaga kerja.

"Tetapi bagaimana logikanya adalah ketika tenaga pelatihan dimanfaatkan untuk mencari konsumen yang menyetor dananya hingga miliaran untuk keuntungan perusahaan tidak dianggap sebagai karyawan," kesalnya.

Reporter: bbn/tim



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami