Banyuwangi Terancam Gempa 8,7 SR, BMKG: Paling Parah Bisa Tsunami 18 Meter
beritabali.com/ist/suara.com/Banyuwangi Terancam Gempa 8,7 SR, BMKG: Paling Parah Bisa Tsunami 18 Meter
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengatakan pihaknya mencatat aktivitas kegempaan di perairan selatan Jawa Timur intensitas terus meningkat.
“Kejadian gempa gempa di Selatan Jawa Timur ini jumlahnya semakin meningkat melebihi rata-rata tahun-tahun sebelumnya," ujar Dwikorita di Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, seperti dikutip dari beritajatim.com - jaringan Suara.com, Kamis (4/3/2021). Dwikorita menyebut kondisi ini menjadi tanda adanya potensi lain yang lebih tinggi, misalnya gempa berskala besar maupun bencana tsunami.
"Artinya apa potensi terjadinya gempa makin meningkat dan itu gempa di perairan potensinya bisa tinggi dan menimbulkan tsunami,” kata dia. “Potensi gempa tertinggi bisa mencapai 8,7 Skala Richter dan resiko paling parah bisa menimbulkan tsunami dan gelombang tinggi mecapai 18 meter,” Dwikorita menambahkan.
Merespon kondisi itu, Kepala BMKG Pusat Dwikorita kemudian menyambangi Banyuwangi. Pihaknya bersama petugas BMKG Stasiun Meteorologi Klas III Banyuwangi, BPBD dan warga mengecek langsung alat dan jalur evakuasi di Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran. Tempat ini dipilih lantaran memiliki history kelam saat terjadi bencana tsunami pada 1994 silam. Puluhan warga menjadi korban, serta puluhan rumah rusak berat.
“Ini merupakan bagian dari penerapan Peraturan Presiden nomor 93 tahun 2019 mengenai pengembangan dan penguatan sistem informasi dan peringatan dini tsunami itu pesan Presiden dalam memberikan peringatan dini harus cepat dan tepat,” jelasnya. Hal itu, menurutnya juga tertuang dalam undang-undang meteorologi klimatologi dan geofisika. Di dalamnya sudah ada undang-undang peringatan dini.
“Ini harus disampaikan secara cepat tepat dan akurat dan itu juga disampaikan oleh Presiden di dalam Perpres juga tujuan kami ke sini merealisasikan aturan-aturan itu,” katanya.
Hingga kini, pihaknya terus melakukan pengembangan terkait alat dan teknologi. Namun, hal itu juga harus didukung dengan penguatan, pemahaman serta kondisi SDM di lapangan.
“Setelah teknologi sudah kita kembangkan sedang berproses tetapi harus dicek di lapangan kalau misalnya sistem peringatan dini itu berbunyi sirinenya masyarakat yang mendengarkan sirine itu sudah bisakah meninggalkan tempat berlari menuju ke tempat yang aman. Tempat yang aman itu kita tek dari lokasi pantai di rumah-rumah penduduk setelah kita ternyata ternyata tempat yang jauh sekali,” ucapnya. Sehingga hal ini menjadi bahan catatan BMKG untuk laporan ke Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur, maupun Bupati/ Walikota sebagai bahan mitigasi bencana.(sumber: suara.com)
Reporter: bbn/net