search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Ibu Hamil Dengan Riwayat Gangguan Cemas Wajib Konsultasi ke Psikiater
Selasa, 9 Maret 2021, 15:15 WITA Follow
image

beritabali.com/ist/suara.com/Ibu Hamil Dengan Riwayat Gangguan Cemas Wajib Konsultasi ke Psikiater

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Gangguan suasana hati pada ibu pasca melahirkan atau babyblues umum terjadi. Kondisi ini bisa berlanjut hingga menyebabkan ibu menjadi depresi dan mengalami gangguan cemas. Risiko tersebut harus lebih diperhatikan pada perempuan dengan riwayat gangguan cemas sebelum hamil, dan ia disarankan untuk mengonsultasikannya dengan dokter kandungan dan psikiater.

"Kalau memang sudah punya riwayat gangguan cemas atau depresi sebelumnya, sebaiknya bilang juga ke dokter obgyn dan kepada psikiater. Bisa konsultasi lagi misalnya sudah enggak berobat (psikiater) lagi, sekarang bisa konsultasi apa yang perlu dilakukan, apakah perlu pengobatan lagi. Sebaiknya memang orang yang mengalami depresi dan gangguan cemas memang butuh kebutuhan berkelanjutan," papar spesialis kedokteran jiwa klinik Health360 dr. Daniella Satyasari, Sp.KJ., dalam webinar online, Selasa (9/3/2021).

Jika harus kembali konsumsi obat antidepresan, menurut Dokter Daniella, ibu hamil (bumil) akan diberikan dosis paling rendah. Kalaupun tidak perlu minum obat, bumil sebaiknya tetap konsultasi dan meminta saran kepada dokter mengenai solusi pencegahan gangguan cemas.

Ia mengingatkan, jika bumil merasa gejala gangguan cemas mulai muncul kembali, harus segera datang ke psikiater agar ditangani lebih cepat.

"Perlu dikonsultasikan kembali dengan psikiater. Karena kalau sampai semakin parah, itu akan makin mengganggu juga dalam proses kehamilan dan proses melahirkan," ucapnya.

Selain obat dan konsultasi psikiater, keseimbangan hidup juga peelu dijaga. Dibantu oleh psikiater apakah perlu dilakukan pengobatan terapi seperti kognitif perilaku atau psikotetapi dinamik.

"Tergantung kebutuhan karena setiap pasien berbeda-beda," imbuh dokter Daniella.(sumber: suara.com)

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami