search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Daging Manusia Masih Dijual Tahun 1900-an, Bagian Tubuh Mana Yang Paling Disukai?
Sabtu, 13 Maret 2021, 12:25 WITA Follow
image

beritabali.com/ist/wikipedia/Daging Manusia Masih Dijual Tahun 1900-an, Bagian Tubuh Mana Yang Paling Disukai?

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Praktik Kanibalisme atau fenomena manusia yang memakan daging manusia, masih terjadi di wilayah Indonesia pada awal tahun 1900-an. Suku Batak di Sumatera Utara, adalah salah satu suku yang dikenal sebagai pemakan daging manusia.
 
Praktik kanibalisme di Indonesia ini terdapat dalam buku " A Magic Gecko" yang  ditulis Horst Henry Geerken, seorang warga Jerman yang bekerja di perusahaan telekomunikasi Jerman.

Januari 1964 ia harus melakukan perjalanan ke Bali untuk ikut dalam proyek pembangunan Bandara Internasional Ngurah Rai yang saat itu disebut Bandara Tuban. 

"Januari 1964 saya harus melakukan perjalanan jauh ke Bali. Saat itu bandara internasional pertama baru akan dibangun. Proyek dan bandaranya sendiri disebut Bandara Tuban. Saat itu Bandara Tuban hanyalah sebuah landasan rumput sederhana bergelombang dan hanya sekali-sekali didarati oleh pesawat kecil. Presiden Sukarno ingin menjadikan bandara ini berstandar internasional untuk membuka Bali bagi pariwisata,"tulis Henry. 

Di lokasi proyek, kontak Henry untuk urusan teknis adalah Ir. Gunung Marpaung, Kepala Penerbangan sipil di Jakarta. Dia orang Batak. Mereka yang berasal dari Sumatera Utara terkenal sebagai pengusaha hebat. 

Ketika pertama kali bertemu dengannya, dia menasehati saya, "jangan kerja terlalu keras, Pak Geerken. Lebih baik duduk-duduk santai di sofa dan merenung."

Seperti banyak orang Indonesia lainnya, dia fasih berbahasa Jerman. Dia pernah magang di sebuah perusahaan telekomunikasi di Muenchen dan merupakan insinyur andal dalam bidangnya.

"Salah satu ucapannya bahwa dia berdarah Jerman, sangat mengejutkan saya karena kulit Pak Marpaung sangat gelap. Hal itu menjadi jelas setelah dia menjelaskan, "Kakek saya makan misionaris Jerman," tulisnya.

Sampai sekitar 100 tahun yang lalu, orang Batak memang kanibal (memakan daging manusia). Menurut laporan seorang pengelana tua, daging manusia masih dijual tahun 1907. Banyak misionaris Eropa tidak bisa pulang dari daerah Batak. Namun, hanya penyelusup asing, tawanan perang, pemerkosa, dan pencuri yang mati dengan cara itu.

Ucapan Pak Marpaung bisa jadi benar. Sebagaimana diceritakan kakeknya, telapak tangan misionaris bule sangat lezat.

Penulis, novelis, dan penyair Belanda pada akhir abad ke-19 dan abad ke-20, Louis Couperus, mengonfirmasinya dalam bukunya Eastwards (terjemahan bahasa Inggris 1924).

...tentang orang Batak ini, masyarakat yang memiliki arsitektur indah, kerajinan tenun, kerajinan pahat dan kerajinan perak; masyarakat yang moralnya tinggi, hukuman mati bukanlah kejahatan... Di sisi lain mereka bukan saja kanibal, tapi juga mempraktekkan kanibalisme tanpa perasaan. Orang Batak akan memotong daging yang dibelinya dari orang yang masih hidup; yang tidak beruntung akan dilelang sepotong demi sepotong, dan pembeli yang beruntung akan memotong daging yang telah dibelinya, biasanya telapak tangan dan pipi, dan memasaknya di atas api yang tak jauh dari situ..."(diterjemahkan dari versi bahasa Jerman, halaman 10)

"Apakah fakta bahwa rasa daging para misionaris ini begitu lezatnya menjadi alasan kenapa mereka berpindah ke agama Kristen?" tulis Henry.
 

Reporter: bbn/tim



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami