search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Alami KDRT, Ibu Rumah Tangga Asal Lukluk Tidak Diperbolehkan Bertemu Bayinya
Senin, 22 Maret 2021, 18:35 WITA Follow
image

beritabali/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dialami seorang ibu rumah tangga, Ayu DP (26). Tidak hanya dianiaya berkali-kali oleh suaminya Kadek Agus D (25), perempuan ini bahkan tidak diperbolehkan bertemu dengan bayinya sejak Desember 2020 lalu.

Ayu DP didampingi kuasa hukumnya Siti Sapurah memaparkan, kejadian ini dimulai dari pernikahan dirinya dengan Kadek Agus P, pada 4 September 2019 lalu. Pernikahan keduanya dilaksanakan secara adat Bali karena berbeda agama. 

Ayu PD beragama Budha dan Kadek Agus D beragama Hindu. Namun setelah hamil 4 bulan, Kadek Agus D mulai terlihat sifat pemarah. Tidak hanya doyan mabuk dan judi, residivis kasus aniaya ini juga kerap menganiaya korban hanya karena masalah sepele. 

"Kalau lagi berantem pulang dari main judi dan mabuk, dia langsung menampar saya, membenturkan kepala saya ke tembok. Bahkan ujung kakinya sampai ke mulut saya. Saya dibilang sundel dan macam macam. Makanya saya sering kontraksi," ungkap perempuan ini sambil menangis, Senin (22/3/2021). 

Kemudian, bayi mereka pun lahir di usia 7 bulan. Namun Ayu tetap saja mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya tersebut. Tidak tahan dianiaya setiap waktu, Ayu memutuskan kabur dari rumah suaminya di seputaran Ahmad Yani Denpasar sekitar Bulan Oktober 2020 lalu. 

Ia kembali ke rumah orang tuanya di Lukluk Badung. Siti Sapurah mengatakan kliennya sempat melaporkan kasus KDRT tersebut ke Polresta Denpasar sekaligus meminta bantuan mengambil barang barang miliknya di rumah suaminya. Namun ternyata barang miliknya sudah disimpan di luar rumah dan dibungkus kantong plastik kresek. 

"Klien saya juga tidak dibolehkan melihat bayinya yang baru lahir. Mereka berdalih sedang di Karangasem," ungkapnya. 

Ipung kembali melanjutkan, soal hak asuh anak, pihaknya sudah melaporkan kasus tersebut ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Denpasar dan RPK Polda Bali dalam pasal 330 KUHP. Hal ini disebabkan kliennya mengalami KDRT berulang kali dan keluar dari rumah tanpa membawa bayinya berusia 7 Bulan. 

"Klien melapor ke PPA Polresta Denpasar dan diminta surat nikah tapi klien bilang tidak ada. Sehingga kasus ini dialihkan ke pidana umum. Tapi terlapor belum ditahan," bebernya. 

Tidak hanya ke ranah hukum, Siti Sapura juga telah meminta pendapat ahli hukum adat, Prof Windia di guru besar Unud terkait nikah adat yang telah dilakukan antara Ayu dan Kadek Agus. 

Menurutnya, Prof Windia memaparkan jelas bahwa sah secara perkawinan adat. Tapi setelah adanya Undang-undang Perkawinan nomor 1 tahun 74 dan Lerubahanannya nomor 16 tahun 2019 itu tidak mungkin dianggap sah secara nasional. 

"Harus taat secara undang-undang perkawinan nasional dimana perkawinan dianggap sah jika sah secara undang-undang nasional. Mendapatkan kartu keluarga secara sah. Sementara ini (perkawinan sah secara nasional) tidak dilakukan. Artinya seorang anak berhak atas ibu kandungnya," tegas aktivis perempuan yang akrab dipanggil Ipung ini.  

Hanya saja pada faktanya Ayu tidak diijinkan melihat anak kandungnya sendiri. Penolakan ini tidak hanya datang oleh suaminya tapi mertuanya sendiri. 

"Kami berharap aparat kepolisian bisa bekerja secara profesional dan adil demi masa depan anak klien saya. Amankan dulu anak ini demi psikologis anak," pintanya.

Reporter: bbn/bgl



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami