search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
19 KK di Gang Simping Cemagi Menolak Alih Fungsi Lahan bagi Investor
Selasa, 20 Desember 2022, 21:20 WITA Follow
image

beritabali/ist/19 KK di Gang Simping Cemagi Menolak Alih Fungsi Lahan bagi Investor.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, BADUNG.

Tidak terima tanah milik leluhur dijadikan objek alih fungsi lahan bagi investor, keluarga besar Simping yang tergabung dalam 19 kepala keluarga dan tinggal di Jalan Cemagi, Gang Simping, Banjar Mengening, Desa Cemagi, Kecamatan Mengwi, Badung, berontak. 

Mereka memasang spanduk penolakan alih fungsi gang sebagai bentuk rasa kecewa terhadap Perbekel Desa Cemagi, I Putu Hendra Sastrawan. 

Mereka menuding I Putu Hendra Sastrawan berpihak pada investor dan bukan ke warganya. Yakni dengan memberikan akses gang masuk ke pemukiman warga yang sudah tinggal disana sejak turun temurun. Warga mensinyalir akses gang masuk menuju ke areal sawah itu akan dialihfungsikan investor. 

Lantaran jalur mediasi di kantor desa setempat tidak ada solusi, puluhan anggota keluarga dari 19 KK turun ke lokasi, pada Selasa 20 Desember 2022 siang hari. Warga didampingi kuasa hukum, I Ketut Alit Priana Nusantara. 

Di lokasi sengketa, puluhan warga membentangkan spanduk penolakan alih fungsi gang yang merupakan tanah peninggalan leluhur yang dijadikan jalan umum. Tindakan ini mereka lakukan agar pemerintah daerah mengetahuinya dan turut merespon keluhan warga. 

Baca juga:
Investor Baru Kelola RPH Usai Raffi Ahmad 'Menghilang'">NTB Gandeng Investor Baru Kelola RPH Usai Raffi Ahmad 'Menghilang'

Kepada wartawan, Made Kardiana mengatakan tanah berupa gang itu merupakan tanah peninggalan leluhur mereka dan sudah disisihkan sejak tahun 1927. Setelah hampir seabad lamanya, perubahan banyak terjadi seiring perkembangan zaman. Seperti dibangunnya paving dan taman. Menariknya, pembangunan itu dilakukan secara swadaya oleh 19 KK tersebut. 

Namun persoalan mulai muncul tahun 2016. Ketika diadakan Program Sertifikat Tanah (PTLS). Saat dilakukan pengukuran oleh petugas dari kantor pertanahan Badung, kelian setempat melarang warga untuk tidak menunjukan batas sampai jelinjingan. Sehingga warga diintimidasi dan diancam. Apabila batasnya sampai jelinjingan maka SHM tidak akan diterbitkan. Warga disana setuju, hanya saja tidak ada serah terima tanah gang itu kepada siapapun. 

"Saya lahir tahun 1958 dan sejak kecil gang itu sudah ada. Sisi timur dari gang ini adalah batas terakhir tanah kami. Sementara di seberang jelinjingan semuanya adalah tanah milik orang lain," ungkap Made Kardiana didampingi puluhan warga lainnya di lokasi TKP kemarin. 

Nah, dua tahun terakhir warga mendengar ada investor yang membeli lahan sawah yang berada di seberang jelinjingan. Tak lama terlihat ada pembangunan jembatan besar untuk akses ke lahan persawahan tersebut. 

"Kami merasa dirugikan. Pertama, gang akses masuk itu akan menjadi fasilitas umum. Kedua, jika jadi jalan umum, maka mengganggu kenyamanan warga setempat," bebernya. 

Akhirnya, warga mengandeng Ketut Alit Priana Nusantara sebagai penasehat hukum. Setelah menerima kuasa, Alit Priana berkoordinasi dengan Putu Hendra Sastrawan selaku perbekel Desa Cemagi. Bahkan, Putu Hendra lalu mengundang warga untuk gelar rapat koordinasi. 

Ketika rapat berlangsung, terjadi perselisihan antara warga dengan pihak yang membangun jembatan. Bahkan, mendadak Putu Hendra selaku perbekel menyetop rapat dan mengeluarkan Berita Acara Kesepakatan Nomor: 140/2421/Desa Cemagi, yang dikeluarkan oleh Perbekel Cemagi tanggal 13 Desember 2022.

"Ada tiga poin penting dalam berita acara kesepakatan itu, yakni akses jalan dibuka, kembalikan jalan seperti semula, dan pemakaian jalan dan gang harus berkoordinasi dengan kelian Banjar dinas. Bagaimana ini terjadi? Rapat koordinasi kok bisa menghasilkan kesepakatan. Sementara dalam rapat itu tidak ada kesepakatan apapun," ungkap Alit Priana. 

Dikatakannya lagi, pada intinya warga tidak keberatan bila pemerintah mengubah status gang itu diubah menjadi jalan atau fasilitas umum. Sepanjang itu dilakukan sesuai dengan prosedur. Tapi warga justru mempertanyakan kapasitas perbekel yang memberikan akses gang tersebut, padahal ini semestinya kewenangan atau urusan instansi terkait. 

"Jadi warga tidak menolak investor. Persoalannya investor itu tidak pernah ketemu dengan warga. Desa Cemagi ini baru saja dinobatkan sebagai desa wisata. Itu disambut baik warga. Bukan berarti kita mengorbankan warga. Saat rapat perbekel tidak pernah menunjukan peta atau dokumen untuk membantah klaim dari klien kami. Bila nanti tidak menemukan jalan terbaik, maka kami akan menempuh jalur hukum," ungkapnya. 

Editor: Robby

Reporter: bbn/bgl



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami