search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Persaingan Tak Sehat, Arak Gula Ancam Keberlangsungan Perajin Arak Tradisional
Senin, 23 Januari 2023, 16:21 WITA Follow
image

bbn/dok beritabali/ Sidak Arak Gula di Karangasem.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, KARANGASEM.

Keputusan Gubernur Bali nomor 929/03-I/HK/2022 menetapkan tanggal 29 Januari sebagai Hari Arak Bali dengan tujuan mengajak masyarakat Bali menjadikan hari tersebut sebagai hari kesadaran kolektif terhadap keberadaan, nilai dan harkat arak Bali. 

Hanya saja, di balik penetapan hari arak Bali tersebut, kondisi perajin arak tradisional khususnya yang ada di Kabupaten Karangasem kini justru sedang dilanda keresahan. Pasalnya, hingga saat ini keberadaan arak gula masih menjadi momok atas keberlangsungan arak tradisional Bali.

Menurut salah satu perajin arak asal Kebung, Sidemen, Karangasem, I Kadek Kicen, belakangan ini ia mengaku cukup kesulitan untuk menjual arak hasil sulingannya, salah satu faktor penyebabnya karena persaingan harga yang tidak sehat antara arak tradisional buatannya dengan arak gula yang beredar. 

"Kita kalah bersaing harga, kalau arak tradisional kalo kita beli tuak untuk bahan araknya saja Rp. 10 ribu per liter, sedangkan arak gula itu sudah jadi arak bisa dijual Rp.10 per botol, jelas kita kalah bersaing," tutur pria yang telah turun temurun mewarisi kerajinan pembuatan arak tradisional itu, Senin (23/1/2023). 

Menurut Kicen, dari 80 liter tuak yang disuling hanya menghasilkan sekitar 15 liter arak dengan kadar alkohol 40 persen. Dengan harga bahan baku serta proses penyulingan hingga berhari-hari, ia mengaku cukup kesulitan untuk bersaing harga. 

Sebelumnya, ia bisa menjual Rp20 ribu untuk satu botol ukuran 600 ml, namun karena persaingan harga, kini dijual dengan harga Rp15 ribu per botolnya itupun cukup susah untuk dijual dengan harga seperti itu. 

Ia pun berharap ada kejelasan tentang kondisi ini, karena apabila terus berlanjut tentunya akan mengancam keberadaan pengerajin arak tradisional yang masih bertahan hingga saat ini. 

"Ini sudah turun temurun kami lakukan, karena memang ini satu-satunya pencaharian kami selain berkebun, semoga ada solusinya," imbuhnya.

Editor: Robby

Reporter: bbn/krs



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami