search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Eropa Marah Usai Dubes Cina Singgung Kedaulatan Negara Bekas Soviet
Selasa, 25 April 2023, 11:38 WITA Follow
image

beritabali.com/cnnindonesia.com/Eropa Marah Usai Dubes Cina Singgung Kedaulatan Negara Bekas Soviet

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DUNIA.

Negara-negara Eropa meminta Cina mengklarifikasi pernyataan duta besarnya untuk Prancis, Lu Shaye, yang mengatakan negara bekas Soviet tidak memiliki status efektif dalam hukum internasional.

Menurut Lu, tak adanya status efektif tersebut menyebabkan kekhawatiran diplomatik, terutama di negara-negara Baltik.

Hal itu dia katakan untuk menjawab pertanyaan apakah Krimea yang dianeksasi ilegal oleh Rusia pada 2014 merupakan bagian dari Ukraina.

Negara Eropa khususnya pecahan Uni Soviet lantas marah dan menuntut jawaban Cina atas pernyataan Lu yang mempertanyakan kedaulatan bekas republik Soviet.

Menurut Menteri Luar Negeri Lithuania Gabrielius Landsbergis, pihaknya bersama, Latvia, Estonia akan memanggil perwakilan Cina untuk meminta klarifikasi hari ini, Senin (24/4).

Selain itu, Ukraina, Moldova, Prancis, dan Uni Eropa juga angkat suara dan mengkritik komentar Lu tentang kedaulatan negara bekas Soviet.

Di sisi lain, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Mao Ning mengatakan pihaknya menghormati status negara berdaulat negara-negara bekas Uni Soviet.

Meski demikian, dia tak menjawab terkait pernyataan Lu yang menyinggung negara-negara di Eropa.

"Setelah Uni Soviet bubar, Cina adalah salah satu negara pertama yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara terkait," ujar Mao dalam jumpa pers, Senin (24/4).

Selain itu, Mao juga mengatakan Cina memegang prinsip persahabatan dan kesetaraan dengan negara-negara lain.

"Cina selalu berpegang pada prinsip saling meminta dan kesetaraan dalam pengembangan hubungan bilateral yang bersahabat dan kooperatif," tuturnya.

Kepala urusan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell menilai pernyataan Lu bukan kebijakan resmi Cina. Hal itu dia ungkapkan dalam akun Twitter-nya, Minggu (23/4).

"Uni Eropa hanya dapat menganggap deklarasi ini tidak mewakili kebijakan resmi Cina," katanya.

Meski demikian, ia mengatakan polemik soal Lu akan dibahas dalam pertemuan para menteri luar negeri.

"Kami telah berbicara banyak soal Cina beberapa hari terakhir, tetapi kami harus terus berdiskusi karena itu salah satu masalah terpenting untuk kebijakan luar negeri kami," ujar Borrell.

Kemudian, kata Borrell, pihaknya juga akan mengangkat situasi di Moldova dan Georgia yang terancam dengan dekatnya jarak perang di Ukraina.

"Bagi kami Georgia adalah negara yang sangat penting dan negara ini memiliki masalah keamanan khusus karena sebagian wilayahnya diduduki oleh Rusia," tuturnya.

Sebelumnya, Lu membahas soal masalah Krimea. Dirinya mempertanyakan apakah Krimea menjadi bagian dari Rusia atau Ukraina.

Pasalnya, sebagian wilayah Krimea merupakan Rusia pada awalnya. Kemudian, wilayah tersebut ditawarkan ke Ukraina selama era Soviet.

Oleh sebab itu, dia mengatakan negara-negara bekas Uni Soviet tak memiliki status efektif hukum internasional.

"Negara-negara bekas Soviet ini tidak memiliki status efektif dalam hukum internasional karena tidak ada kesepakatan internasional untuk mewujudkan status mereka sebagai negara berdaulat," kata Lu.(sumber: cnnindonesia.com)
 

Editor: Juniar

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami