search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
DPRD Tabanan Atensi Kasus Sengketa Lahan Warga Tunjuk dengan Pihak Puri
Senin, 3 Juli 2023, 09:19 WITA Follow
image

beritabali/ist/DPRD Tabanan Atensi Kasus Sengketa Lahan Warga Tunjuk dengan Pihak Puri.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, TABANAN.

Anggota DPRD Tabanan I Putu Eka Putra Nurcahyadi bersama anggota DPR RI I Nyoman Parta memberikan atensi terhadap kasus sengketa tanah empat warga di Banjar Bungan Kapal, Desa Tunjuk, Tabanan dengan salah satu puri di Tabanan, yakni Jero Beng. Mereka bertemu dengan warga pada Sabtu, (2/6). 

I Putu Eka Putra Nurcahyadi yang merupakan politisi PDI Perjuangan asal Kecamatan Marga ini menyebutkan, pihaknya turun bersama ke masyarakat untuk mengetahui persoalan sebenarnya yang terjadi. Ia menyebutkan, pengakuan warga memang tidak mengetahui perihal sejak kapan mereka menempati lahan tersebut. 

“Bahkan ada warga yang usianya 70-an tahun tidak mengetahui sejarah mereka bisa tinggal di sana. Artinya mereka sudah menetap di sana secara turun-temurun,” ujarnya, Minggu, (2/7). 

Selain itu, Eka menilai pada Undang-Undang Agraria jika kedudukan penggarap lahan telah berdiam lama di suatu wilayah, maka area tersebut dapat dikatakan milik mereka. Terkait dengan munculnya SPPT atas nama pihak Jero Beng, ia menyebutkan akan melakukan penelusuran. 

“Poinnya, jangan sampai masyarakat tergusur. Bahkan sebelumnya ada inisiatif untuk dilakukan pembagian lahan,” ujarnya. 

Juga akan dilakukan penelusuran di Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) kenapa bisa muncul SPPT atas nama warga dari pihak Jero Beng. Eka mengatakan pihaknya akan meminta klarifikasi dari Bakeuda Tabanan. 

“Kami akan minta klarifikasi agar persoalannya jelas. Apalagi sebelumnya sempat ada program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) tapi hal itu gagal di sana dijalankan,” ujarnya. 

Sebelumnya, sebuah video viral di media sosial yang berisikan curhatan seorang pemuda yang memperkenalkan diri bernama Wayan Mulyawan warga Banjar Bungan Kapal, Desa Tunjuk, Tabanan, yang meminta perlindungan dan keadilan kepada Presiden RI Joko Widodo terkait kondisi yang dialaminya, dimana dirinya dan keluarganya bersama dengan empat KK lainnya yang diminta untuk mengosongkan rumah yang sudah ditempatinya secara turun temurun karena Putusan Pengadilan Negeri no 328/Pdt.G/2022/PNTab per tanggal 30 Maret 2023 untuk mengosongkan lahan dan membongkar rumahnya serta membayar ganti rugi. 

Terkait putusan Pengadilan Negeri (PN) Tabanan yang meminta keluarga Wayan Mulyawan untuk mengosongkan rumahnya, Nyoman Sumedana,60, sebagai perwakilan pihak keluarga yang juga mantan Keliahan adat Banjar Bungan Kapal, menjelaskan mengenai sengketa tanah tersebut.

Kasus ini berawal sejak tahun 2018-2019, dimana pada tahun 2018, ada pihak-pihak yang mengajukan Persetifikatan tanah Tabanan melalui program PTSL terhadap tanah-tanah yang sudah dikuasai oleh sebanyak 22 KK warga Banjar Bungan Kapal secara turun temurun.

Untuk kelengkapan administrasi pensertifikatan tersebut diperlukan adanya tanda tanan saksi pada formulir pernyataan penguasaan fisik oleh Kelihan Pekraman Bungan Kapal dan Kelihan Adat Bungan Kapal. 

"Oleh Kelihan Pekraman dan Kelihan Dinas Bungan Kapal, formulir pernyataan penguasaan fisik tersebut tidak mau ditandatangani dengan alasan bahwa kami para Kelihan yang berstatus sebagai saksi, tidak mengetahui prihal penguasaan fisik yang diajukan pemohon sertifikat terhadap tanah yang dikuasai dan ditempati oleh warga kami," jelasnya. 

Alasan lain disebutkan Sumedana formulir tersebut tidak mau ditandatangani karena yang mengajukan formulir tersebut bukan merupakan warga Banjar Pekraman Bungan Kapal. Adapun yang mengajukan formulir tersebut. Atas dasar tersebut, selanjutnya Kelihan Banjar dan Kelihan Dinas Bungan Kapal diadukan ke Ombousman Bali dengan tuduhan menghambat program pensertifikatan tanah PTSL program Pemerintah.

Atas dasar pengaduan tersebut, oleh Sekda Tabanan, dilakukan proses mediasi antara pihak pelapor dan pihak Banjar Bungan Kapal yang dalam hal ini adalah para kelihan, Ombudsman, Perbekel Desa Tunjuk pihak Polres Tabanan, Pihak BPN Tabanan dan beberapa pejabat lainnya. Namun dari mediasi tersebut tidak membiarkan hasil dan para kelihan tetap tidak mau menandatangani formulir tersebut dengan alasan pemohon bukan warga Bungan Kapal.

"Namun saat ini, pemohon disebutkannya tetap ngotot karena berpegang pada SPPT, sedangkan obyek dari SPPT yang  dipegang pemohon tidak diketahui letak maupun bantas-batasnya. Kondisi ini juga terungkap ketika BPN melakukan pengukuran terhadap obyek yang dimohonkan sertifikat di Banjar Bunga Kapal," urainya.

Karena proses mediasi tidak berhasil, maka pihak pemohon akhirnya melayangkan laporan ke Polres Tabanan dan Polda Bali tentang adanya tindakan pemerasan oleh 4 KK di Banjar Bungan Kapal ini. Dari proses laporan tersebut diakui Sumedana juga tidak bisa dilanjutkan karena kurangnya bukti. 

Gagalnya proses pelaporan ini, diakui Sumedana tidak menyurutkan pihak pelapor untuk melanjutkan proses Persetipikatan tersebut. Karena pada bulan Oktober tahun 2022, pihak pelapor yang terdiri dari empat orang, yakni  I Gusti Ngurah Anom Rajendra,64, I Gusti Ngurah Putra Bhirawan,62, I Gusti Ngurah Yudistira Pramudya Putra dan Sagung Ayu Yulita Dewantari yang disebutkan Sumedana berasal dari Jro Beng Tabanan ini mengajukan gugatan ke PN Tabanan. 

Adapun empat orang warga Banjar Bungan Kapal yang digugat dalam perkara ini adalah, Nyoman Sumandi, Ketut Muliastra, Ketut Dastra dan Ketut Wirta. Keempat orang ini disebutkan Sumedana merupakan warga yang sudah tinggal di tanah yang menjadi obyek sengketa ini.

Dalam putusan PN Tabanan disebutkan jika status tanah ini merupakan tanah tegalan milik Alm. I Gusti Ngurah Gede Surya yang tidak lain adalah orang tua dari keempat penggugat, sehingga keempat penggugat berstatus sebagai ahli waris dan keempat warga Banjar Bungan Kapal yang berstatus tergugat ini sebagai penggarap. 

Hal ini dibuktikan dengan adanya SPPT nomor 51.02030.010.001.0052.0 atas nama I Gusti Ngurah Surya, selanjutnya SPPT nomor 51.02030.010.001.0051.0 atas nama I Gusti Ngurah Surya,  SPPT nomor 51.02030.010.001.0050.0 atas nama I Gusti Ngurah Surya dan yang keempat adalah SPPT nomor 51.02030.010.001.0049.0 atas nama I Gusti Ngurah Surya.

"Namun setahu kami, tanah yang ditempati oleh keempat warga kami ini, Nyoman Sumandi, Ketut Muliastra, Ketut Dastra dan Ketut Wirta, yang luasnya mencapai 1,85 hektare ini bukan merupakan bagian dari tegalan milik Jro Beng, sejak awal diketahui, ini bukan lahan ayahan desa, bukan juga lahan milik Jro Beng, ini statusnya tanpa surat, karena dari dulu, dari tetua kami, menyatakan memang lahan ini tidak ada dokumennya, baik itun pipil dan lain sebagainya dan bukan juga lahan milik Jro Beng," terangnya.

Namun dari proses keempat warga Banjar Bungan Kapal dinyatakan melakukan perbuatan melanggar hukum karena meminta sebagian dari tanah tersebut untuk dijadikan hak milik. Karena itulah Sumedana yang mewakili keempat warga Banjar yang digugat oleh pihak Jro Beng mempertanyakan keadilan dari perkara perdata ini.

"Jujur kami kaget dengan hasil keputusan ini, karena sebagian besar fakta yang ada tidak sesuai dengan apa yang disebutkan penggugat. Dan setahu kami SPPT bukan merupakan tanda bukti kepemilikan tanah. Kami mencurigai dalam kasus ini ada permainan mafia pertanahan," ungkapnya.

Editor: Robby

Reporter: DPRD Tabanan



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami