Penjelasan Dinsos Denpasar Terkait Bansos Juru Parkir Ikut Nyaleg Tiba-tiba Disetop
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Kepala Dinas Sosial Kota Denpasar I Gusti Ayu Laxmy Saraswati menanggapi soal pemutusan bantuan sosial (bansos) juru parkir yang bertugas di Indomaret Jalan Gatot Subroto Timur, Banjar Tega, Kelurahan Tonja bernama Ni Kadek Dewi (33) yang kini berstatus sebagai caleg dari partai Gerindra.
Sebelumnya, bansos Ni Kadek Dewi yang berstatus Caleg DPRD Provinsi Dapil Denpasar nomor urut 6 dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) diputus sejak Rabu, 3 Januari 2024 pukul 08.54 WITA pagi via telepon pegawai Dinas Sosial Pemkot Denpasar.
Sang juru parkir yang kini harus menghidupi dua orang buah hatinya yang masih duduk di bangku kelas VIII SMP dan SD kelas 1 itu mengaku terkejut sekaligus bingung lantaran tidak menerima penjelasan di balik pemutusan bansos tersebut.
Kepala Dinas Sosial Kota Denpasar I Gusti Ayu Laxmy Saraswati menjelaskan setiap warga negara Indonesia terdaftar dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) mengacu Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2021.
Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) ungkap I Gusti Ayu Laxmy Saraswati merupakan data induk yang berisi data pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial, penerima bantuan, dan pemberdayaan sosial. Terdapat 27 kategori yang termaktub dalam DTKS baik bagi lansia, disabilitas, dan masyarakat umum lainnya.
“Belum tentu semua itu masuk kategori bansos. Bagaimana cara mendapatkan bansos? Seseorang harus masuk di DTKS terlebih dahulu. Lalu pihak desa maupun kelurahan melakukan musdes atau muskel untuk mengusulkan si warga penerima bansos. Bansos dimaksud ada PKH seperti yang diterima ibu juru parkir yang nyaleg tersebut. Ada yang namanya bansos BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai). Ada bansos PBI (Penerima Bantuan Iuran) yang kartu KIS APBN, ada penerima bansos Kartu Indonesia Pintar (KIP). Mengapa banyak warga terputus bansos tanpa ada surat resmi? Memang begitu mekanisme dari Kementerian Sosial Republik Indonesia. Aplikasi di Kemensos RI yang membaca,” ujar Laxmy Saraswati.
Dia pun merinci pemutusan bansos langsung dari Kemensos RI bisa terjadi karena sejumlah faktor. Pertama, dideteksi lewat KK alias Kartu Keluarga. Jika dalam KK tersebut ada Aparatur Sipil Negara (ASN), maka bansos Kemensos RI tersebut otomatis terputus seluruhnya.
“Makanya banyak warga Denpasar ketika sakit terputus BPJS-nya dan setelah kami cek di Dinsos ternyata dalam data tersebut tercantum pensiunan. Kalau sudah pensiunan, baik dia berstatus pensiunan BUMN atau ASN, maka putus langsung KK-nya. Itu hasil pemeriksaan BPK RI ke Kemensos RI. Begitu juga dengan mereka yang penyelenggara negara. Caleg tersebut dianggap sebagai penyelenggara negara meskipun belum resmi. Maka otomatis dalam kasus Ibu Ni Kadek Dewi ini, PKH-nya terputus langsung tanpa ada surat resmi. Pendamping PKH-nyalah yang menghubungi bahwa Ibu Ni Kadek Dewi tidak lagi menerima bansos,” terang I Gusti Ayu Laxmy Saraswati.
Ia menambahkan jika ada kesalahan data, misalnya seseorang yang bansosnya diputus ternyata bukan pensiunan dan sejenisnya, maka data tersebut bisa diperbaiki lewat KK yang sudah terhubung dengan Nomor Induk Kependudukan alias NIK.
“KK ini NIK-nya sudah ngelink ke pusdatin (pusat data dan informasi, red) pemerintah pusat. Oleh sebab itu, Pemerintah Kota Denpasar melalui Bapak Wali Kota tidak pernah memutus bansos PKH dan sejenisnya. Yang memutus itu sistem aplikasi dari Kemensos RI. Bagaimana dengan warga yang diputus BPJS kesehatan APBN-nya? Bapak Wali di Kota Denpasar mengambil kebijakan pengalihan ke BPJS PBI yakni layanan BPJS Kesehatan yang iurannya dibayarkan oleh pihak pemerintah melalui sumber dana APBD supaya cepat bisa mendapat penanganan di rumah sakit,” tegas I Gusti Ayu Laxmy Saraswati.
Berbeda halnya dengan bansos PKH dan BPNT yang merupakan program Kemensos RI sehingga kebijakannya langsung diatur dari pusat.
“Dalam kasus ini Ibu Ni Kadek Dewi nyaleg. Dalam proses pencalegan tersebut tentu yang bersangkutan mengusulkan NIK serta berkas-berkas lainnya. Otomatis itu langsung ngelink ke Kementerian Dalam Negeri, Kemensos RI, dan sejenisnya. Intinya caleg tersebut masuk kategori penyelenggara negara. Hal ini juga berlaku jika seseorang berstatus kepala lingkungan (kaling) dan kepala dusun (kadus) yang nota bene merupakan penyelenggara negara. Otomatis jika sebelumnya mereka berstatus penerima bansos PKH, maka otomatis bantuan tersebut putus. Sebaliknya, jika seseorang tidak berstatus penyelenggara negara, hanya pekerja bukan penerima upah, maka bantuan-bantuan sosial itu berhak diterima,” jelas I Gusti Ayu Laxmy Saraswati sembari menegaskan bahwa dalam hal ini Dinas Sosial Kota Denpasar hanya berstatus sebagai penerima informasi di mana segala keputusannya berasal dari pemerintah pusat.
Lebih lanjut, I Gusti Ayu Laxmy Saraswati menegaskan bahwa pendamping PKH yang memberikan informasi terkait putusnya bansos Ni Kadek Dewi merupakan pegawai Kemensos RI yang bertugas di Dinsos Denpasar.
Ditanya apakah pascanyaleg hak-hak Ni Kadek Dewi yang sehari-hari bekerja sebagai juru parkir bisa dipulihkan untuk menerima bansos, I Gusti Ayu Laxmy Saraswati menjawab peluang tersebut bergantung usulan dari pihak desa atau kelurahan.
“Hal tersebut kembali ke musyawarah desa maupun musyawarah kelurahan,” tutup I Gusti Ayu Laxmy Saraswati.
Sebagai data tambahan, I Gusti Ayu Laxmy Saraswati juga menunjukkan Surat Keterangan Nomor: 145/06/LTJ yang dikeluarkan oleh Kelurahan Tonja dengan tanda tangan cap basah Kepala Kelurahan Tonja I Made Sunantra, S.Pd. tertanggal 2 Januari 2024.
Dalam surat tersebut diterangkan bahwa Ni Kadek Dewi yang beralamat di Jalan Ratna Gang Gatot Kaca 1 Denpasar, Banjar/Lingkungan Tega sudah tidak layak mendapatkan bantuan karena dinilai sudah mampu.
Editor: Robby
Reporter: bbn/tim