Denny Sumargo merespons rumor yang beredar mengenai hubungannya dengan Sandra Dewi di masa lalu. Ia menegaskan semua hanya pertemanan, tak ada yang lebih hingga sampai ditinggal atau meninggalkan.

Hal tersebut disampaikan setelah beredar gosip Denny Sumargo sempat berpacaran dengan Sandra Dewi, namun ia ditinggal karena pesinetron itu menikah dengan Harvey Moeis.

"Ini ya gue lurusin. Gue memang waktu itu dekat dengan Sandra Dewi tapi enggak sampai pacaran kemudian ditinggal nikah, dicampakkan gitu enggak ada," kata Denny Sumargo seperti diberitakan detikcom, Rabu (3/4).

Ia juga membantah gosip tentang dirinya membeli rumah mewah di dekat tempat tinggal Sandra Dewi supaya bisa dekat dengan bintang film Quickie Express tersebut.

"Waktu itu dia mau beli rumah ini, gue anterin, dia bilang rumah di sini investasinya bagus dia menyarankan gue untuk beli. Karena menurut gue enggak ada salahnya investasi jadi gue beli rumah di sini, gitu doang," paparnya lagi.

Sehingga, mantan pemain basket sekaligus bintang film 5 cm itu kini tak mau dibandingkan dengan Harvey Moeis, terlebih lagi ketika setelah suami Sandra Dewi tersebut terjerat kasus dugaan korupsi tata niaga timah.

"Jadi gue enggak mau ya, kan banyak netizen yang komentar membandingkan gue dengan suami Sandra, bilangnya mendingan Densu, enggak gue enggak," pinta Denny Sumargo.

"Gue tidak lebih baik dari siapa pun, gue enggak senang dibanding-bandingkan," ia menegaskan.

Saat ini, Harvey Moeis sedang ditahan di Rutan Salemba sejak ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus dugaan korupsi tata niaga timah. Suami Sandra Dewi itu diduga menjadi perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.

Sandra Dewi hingga kini belum buka suara mengenai kasus suaminya. Ia juga sejak akhir Maret 2024 telah menutup kolom komentar di Instagram.

Dalam kasus yang sama, Kejagung juga telah menetapkan Direktur Utama PT Timah 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani sebagai tersangka.

Ada juga crazy rich PIK Helena Lim selaku manajer PT QSE yang diduga kuat memberikan bantuan mengelola hasil tindak pidana kerja sama penyewaan peralatan proses peleburan timah.

Kejagung menyebut nilai kerugian ekologis dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 Triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.

Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun. (sumber: cnnindonesia.com)