Penerimaan Pajak di Bali Sudah 37,72 Persen dari Target Rp14,46 Triliun
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP Bali) berhasil mengumpulkan penerimaan pajak sejumlah Rp5,45 triliun pada caturwulan I tahun 2024 atau 37,72% dari target yang telah ditetapkan sebesar Rp14,46 triliun.
Capaian ini disampaikan saat kegiatan media briefing APBN Kita Kementerian Keuangan Regional Bali yang digelar secara hybrid pada 29 Mei 2024.
Penerimaan hingga April 2024 ini didukung oleh 5 sektor dominan yang terdiri dari Aktivitas Keuangan dan Asuransi sejumlah Rp987,55 miliar yang memiliki peranan sebesar 18,61%, Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor sejumlah Rp951,76 miliar yang memiliki peranan sebesar 17,94%, Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum sejumlah Rp836,26 miliar yang memiliki peranan sebesar 15,76%, Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial sejumlah Rp371,77 miliar yang memiliki peranan sebesar 7,01%, dan Industri Pengolahan sejumlah Rp353,34 miliar yang memiliki peranan sebesar 6,66%.
Kepala Kantor Wilayah DJP Bali, Nurbaeti Munawaroh menjelaskan bahwa kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) hingga April 2024 sejumlah 262.551 SPT Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) Karyawan, 36.468 SPT Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan, dan 32.398 SPT Wajib Pajak Badan.
“Saya mengimbau kepada seluruh wajib pajak agar tetap melaporkan SPT Tahunannya walaupun periode pelaporan SPT Tahunan WP OP dan WP Badan telah melewati batas waktu untuk terhindar dari sanksi yang lebih berat,” tegas Nurbaeti.
Nurbaeti juga menerangkan isu terkini bahwa tarif pemotongan PPh Pasal 21 dalam bentuk tarif efektif (TER) bukan merupakan jenis pajak baru, sehingga tidak ada tambahan beban pajak baru yang ditimbulkan. TER ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 dengan tujuan untuk memberikan kemudahan bagi WP pemotong pajak (pemberi kerja) dalam melakukan penghitungan atas pemotongan PPh Pasal 21 bulanan sehingga dapat menekan kemungkinan salah hitung.
“Penghitungan dalam pemotongan PPh Pasal 21 dalam ketentuan sebelumnya memiliki kompleksitas yang tinggi dan skema penghitungan yang sangat bervariasi, sehingga menyulitkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban PPh Pasal 21. Oleh karena itu, TER ini diterbitkan untuk menyederhanakan penghitungan tersebut,” jelas Nurbaeti.
Editor: Robby
Reporter: bbn/rls