Angka Kelahiran Rendah, Jepang Akui Belum Mampu Atasi Resesi Seks
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DUNIA.
Pemerintah Jepang mengakui belum mampu mengatasi resesi seks di negaranya, kala angka kelahiran di negara itu masih rendah.
Jepang memang sedang mengalami penurunan angka kelahiran dalam beberapa tahun terakhir.
Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Masaki Yasushi, mengklaim hal serupa dan menyebut Jepang belum mampu tingkatkan angka pernikahan dan kelahiran.
"Kita melakukan banyak hal, tapi entah kenapa, kita belum menemukan perubahan tren [untuk meningkatkan resesi seks]," ungkap Yasushi dalam press briefing, Jumat (21/6).
Ia menyebut angka kelahiran di Jepang menyentuh 1,2 persen saja pada tahun ini. Hal ini lantas menjadi perhatian bagi pemerintah Jepang untuk menggenjot kemerosotan penduduk di negaranya.
Yasushi mengakui pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk mengatasi resesi seks yang melanda generasi muda Jepang dalam beberapa tahun ini.
"Untuk mendorong pasangan muda untuk memiliki anak, apa yang kami lakukan, sekarang kami memberikan tunjangan anak kepada generasi yang mengasuh anak, atau cuti mengasuh anak. Tunjangan, atau pengobatan infertilitas juga dijamin oleh asuransi," tambahnya.
Namun, berbagai upaya tersebut belum membuahkan hasil signifikan.
Kebanyakan pasangan muda memang tidak mau memiliki anak karena khawatir dengan tingginya biaya pendidikan dan biaya hidup di Jepang.
Masalah inilah yang belakangan tengah digenjot pemerintah Jepang dengan melakukan berbagai upaya. Salah satunya adalah memberikan subsidi bagi pasangan menikah, terutama yang hendak memiliki anak.
Kabinet Jepang bulan lalu juga telah menyetujui rancangan undang-undang untuk memperluas cakupan tunjangan bulanan anak bagi anak-anak usia sekolah menengah.
Bahkan, pemerintah ibu kota Tokyo, bakal meluncurkan aplikasi kencan pada musim panas ini. Hal itu dilakukan guna menggenjot angka pernikahan dan kelahiran di Negeri Matahari Terbit.
Yasushi lantas memberikan saran kepada negara-negara lain untuk belajar dari apa yang telah terjadi di Jepang. Sebab, ia yakin hal ini bisa terjadi di berbagai negara.
"Jadi pada titik ini, saya pikir Anda masih mempunyai masyarakat yang sangat baik dan lebih muda. Namun yang pasti di kemudian hari Anda akan menghadapi masalah yang sama. Jadi, penting juga bagi negara Anda untuk menerima pelajaran dari pengalaman kami," ujar Yasushi. (sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Juniar
Reporter: bbn/net