search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Setengah Abad Rusak, Desa Adat Sebudi Kembali Bangun Pura Swagina
Kamis, 17 Oktober 2024, 21:16 WITA Follow
image

beritabali/ist/Setengah Abad Rusak, Desa Adat Sebudi Kembali Bangun Pura Swagina.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, KARANGASEM.

Rusak sejak puluhan tahun silam akibat erupsi Gunung Agung tahun 1963, warga Desa Adat Sebudi, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem akhirnya berhasil membangun kembali Pura tempat berstananya Ida Ratu Bagus Bebotoh dan Ida Ayu Mas Melanting.

Menurut Jero Mangku Tirta, tokoh sekaligus Ketua Panitia Pembangunan Pura yang kini dinamai sebagai Pura Swagina tersebut mengatakan, awalnya jauh sebelum erupsi Gunung Agung tahun 1963, di Desa Sebudi ada dua buah pura yaitu pura tempat berstana Ida Ratu Bagus Bebotoh yang berada di sisi selatan Desa dan Pura tempat berstana Ida Ayu Mas Melanting di sebelah utara. 

Saat terjadinya erupsi Gunung Agung, bangunan kedua Pura tersebut rusak dan hancur, selama bertahun-tahun warga belum bisa membangun kembali Pura tersebut. Hingga akhirnya pada tahun 2021 silam, tepatnya tanggal 9 Juni akhirnya dimulai peletakan batu pertama pembangunan Pura tersebut dengan biaya secara swadaya. 

"Hari ini akhirnya kita bisa melaksanakan upacara melaspas, pemarisuda dan ngersigana yang dilanjutkan dengan ngelinggihang Ida Bhatara dari lokasi semula yang telah rusak ke Pura yang baru. Jadi hari ini adalah upacara pengukuhan ini pertama kali pascaerupsi tahun 1963, dan Pura ini juga mendapat nama yang baru yaitu Pura Swagina," kata Mangku Tirta di sela - sela upacara, Kamis (17/10/2024).

Sesuai namanya, Pura Swagina ini erat kaitannya dengan sebagai tempat pemujaan sebagai rasa syukur dan pengharapan atas berkah dari penghidupan yang diperoleh serta kelancaran pekerjaan hingga kemakmuran. 

Piodalan di Pura tersebut juga diawali pada sasih kasa tepat sebelum para petani mulai menanam padi di sawah dan berkebun. Pada sasih tersebut dilaksanakan upacara Pecaruan Pangendag memakai korban suci berupa Banteng Hitam yang bertujuan sebagai sarana nyomya atau menetralisir energi negatif agar saat petani mulai menanam bisa tumbuh subur dan memperoleh hasil panen berlimpah.

"Nah lanjut 3 bulan setelahnya, para petani memasuki musim panen, baru kemudian tepatnya saat Purnama sasih Kapat dilaksanakan upacara Usaba Nini sebagai wujud rasa syukur atas berkah dan panen yang berlimpah kepada Tuhan Yang Maha Esa," ujar Mangku Tirta. 

Untuk diketahui, total dana pembangunan Pura Swagina yang berdiri di atas lahan seluas 10 are tersebut menghabiskan sekitar Rp1,6 miliar. Bangunan pelinggih hingga tembok, candi dan Kori agung terbuat dari batu hitam Karangasem. 

Untuk dananya sendiri bersumber dari pihak ketiga, sumbangan dari pengusaha, sumbangan warga dan lainnya. Tidak ada urunan yang dipungut dari warga, sedangkan untuk kekurangan dana sementara ditalangi oleh Ketua Panitia Pembangunan, sekitar Rp700 juta lebih.

Editor: Robby

Reporter: bbn/krs



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami