search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Mengapa Semakin Banyak Kejahatan di Bali?
Rabu, 19 Februari 2025, 00:11 WITA Follow
image

bbn/ilustrasi/Mengapa Semakin Banyak Kejahatan di Bali?.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Mulai 3 tahun lalu, tingkat keamanan di Bali merosot tajam. Semakin banyak tindakan kriminal terjadi mulai dari pembunuhan, bunuh diri, begal, rampok dan perkelahian di mana-mana. Bahkan, banyak orang menyatakan bahwa Bali bukan tempat yang aman lagi.

Dalam artikel ini, kita akan membahasnya dari sisi spiritual. Setiap atom di alam ini memancarkan energi dalam frekuensi tertentu. Kita bisa melihat benda-benda dan makhluk di sekitar kita karena frekuensi yang dipancarkan sesuai dengan daya tangkap indera kita. 

Sebagai contoh, mata manusia biasa hanya bisa menangkap frekuensi dari warna merah hingga ungu (ini disebut visible lights--cahaya tampak). Frekuensi di bawah dan di atas itu (inframerah, ultraviolet dan gamma, contohnya), tidak bisa dideteksi oleh mata manusia. 

Padahal, banyak benda dan makhluk di alam semesta ini yang tersusun atas partikel yang memancarkan frekuensi di atas visible light. Namun, manusia tidak bisa melihatnya. Inilah sebabnya mengapa manusia tidak bisa melihat makhluk-makhluk astral, para dewa, asura, hantu atau Tuhan. Makhluk hidup berbeda memancarkan frekuensi berbeda.

Demikian halnya dengan suara. Manusia hanya bisa mendengar suara fisik hingga 20.000 Hz saja. Di luar itu, manusia biasa tidak bisa mendengar apa pun. 

Karena suatu tempat atau benda memancarkan frekuensi spesifik, maka benda atau entitas yang memiliki frekuensi tertentu akan cenderung mencari dan berada di dekat benda atau entitas dengan frekuensi sama. Dalam ilmu fisika, ini disebut hukum resonansi. Dalam ranah metafisika, ini disebut law of attraction (hukum ketertarikan).

Jadi, secara metafisika, mengapa akhir-akhir ini banyak tindakan kriminal dan sadisme di Bali adalah karena frekuensi energi Bali telah berubah. Apabila Anda menyetel tuner pada sebuah alat pemancar radio, maka frekuensinya akan berubah. 

Inilah yang terjadi pada Bali sekarang. Frekuensi spiritualnya yang merosot menyebabkan daya tahannya terhadap frekuensi negatif melemah, sehingga virus-virus mudah masuk dan menginfeksi. Virus-virus itu datang dalam wujud manusia yang berwatak jahat, sifat-sifat buruk, kebingungan, kegelapan, kesemrawutan, kelemahan hukum, kegilaan, kemabukan dan bencana.

Berubahnya frekuensi spiritual Bali akhir-akhir ini disebabkan oleh beberapa faktor. Beberapa faktor penting berikut ini mungkin akan membuat Anda berpikir dalam-dalam.

1) MAKANAN

apa yang masuk ke dalam perut seseorang, maka dia akan menjadi seperti itu. Kualitas dan jenis makanan yang masuk ke dalam perut Anda akan memengaruhi kualitas diri Anda, sebab makanan yang Anda makan akan menjadi darah, daging, tulang, otak dan sumsum Anda. 

Orang Bali yang beragama Hindu biasa mempersembahkan makanan kepada Tuhan, para dewata dan leluhur sebelum dimakan. Ini adalah praktik khas orang Hindu, apalagi orang Bali. Zaman sekarang, orang Bali tidak lagi terbiasa mempersembahkan makanan sebelum dimakan, bahkan berdoa sebelum makan pun tidak pernah. Ini parah sekali. 

Lebih-lebih, orang Bali banyak membeli makanan dari pihak-pihak luar yang tidak bisa membedakan mana sukla (suci) dan cemer (leteh--tercemar) secara metafisika. Orang Bali mulai berpikir bahwa makan hanya untuk memuaskan lidah dan perut. Asalkan perut kenyang, makanan apa pun akan disikat. Makanan yang enak di mulut akan ditelan bulat-bulat tanpa memikirkan risiko. Inilah yang menyebabkan 'kesaktian' dan 'taksu' orang Bali kian pudar. 

Orang Bali (khususnya yang beragama Hindu) sebenarnya terbiasa memakan lungsuran, atau makanan yang sudah dipersembahkan kepada Tuhan, para dewata dan roh-roh yang suci. Makanan seperti itu adalah makanan suci yang akan meningkatkan imunitas spiritual seseorang, membuatnya kebal dari pengaruh sifat-sifat adharma.

2) KESAKRALAN TEMPAT SUCI 

Banyak orang tidak akan menyadari bahwa tembok sebuah tempat suci pun punya energi spiritual yang tinggi. Bahkan, pohon-pohon besar pun punya. Akhir-akhir ini, dengan alasan pemanfaatan dana dan hibah politik, banyak pura dipugar. Temboknya diganti, palinggihnya diganti, semuanya diganti. Padahal, pura itu masih bagus. 

Perlu dipahami bahwa sebuah tempat suci dibangun dan diberikan energi oleh orang-orang suci yang sudah tidak terikat lagi pada duniawi. tempat-tempat suci itu dibangun dengan presisi yang tinggi dan kekuatan tapa yang besar. Jika dibongkar dan dibangun ulang semaunya, energinya akan pudar. 

Apa ciri-ciri energi suatu tempat suci pudar? Beberapa cirinya adalah banyaknya pohon tumbang, banjir, longsor dan petir yang menyambar suatu tempat suci. Ini adalah ciri bahwa energi di tempat suci itu sudah pudar dan harus disucikan kembali oleh orang suci yang benar-benar berkualifikasi--yang sudah jarang sekali ada saat ini.

3) DURHAKA KEPADA ORANG SUCI 

Karena majunya teknologi, semua orang saat ini bisa bicara seenaknya di media sosial, termasuk kepada orang suci. Setiap orang merasa bahwa dia bisa menghina dengan bebas, tetapi konsekuensinya selalu ada.

Sastra (kitab suci) menyatakan bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa memiliki kasih tanpa batas kepada manusia, tetapi Beliau tidak dapat memaafkan manusia yang melakukan penghinaan kepada orang-orang suci. Orang-orang suci adalah mereka yang mengemban tugas dari Tuhan Yang Maha Kuasa dengan menyebarkan dan menjaga ilmu pengetahuan rohani. Menghina mereka akan berakibat sangat fatal bagi hidup seseorang.

Lima abad lalu, Dalem Waturenggong tidak sengaja menghina Brahmana Sidakarya saat upacara besar di Besakih. Akibatnya, seluruh Pulau Bali mengalami bencana. Akhirnya, Dalem memohon ampunan. Saat sang brahmana memaafkannya, barulah bencana itu lenyap. 

Menghina orang-orang suci dari agama dan keyakinan mana pun adalah jalan tol menuju kehancuran, malapetaka dan umur pendek. Karena itu, jangan pernah melakukan hal itu. 

4) MELARANG KEGIATAN SPIRITUAL 

Ini adalah satu hal fatal lagi yang terjadi di Pulau Bali yang terkenal toleran. Beberapa dari Anda pasti sudah paham bahwa pelarangan kegiatan spiritual secara masif telah terjadi di Bali. Beberapa kegiatan spiritual telah dilarang karena sentimen pihak tertentu yang mendapatkan kuasa. 

Tindakan ini sesungguhnya mengulang sejarah kelam saat pemerintahan Mayadanawa yang melarang kegiatan keagamaan di Bali hampir seribu tahun lalu. Akibat fatal dari tindakan sewenang-wenang itu telah tercatat dengan jelas dalam lembar sejarah dan folklor klasik Bali. Mengulang tindakan seperti itu hanya akan membawa penderitaan dan malapetaka bagi masyarakat Bali.

5) POLITIK MASUK PURA -- Silakan pikirkan hal ini dalam sanubari.

Lima hal ini adalah penyebab utama kemerosotan energi spiritual di Bali. Kalangan penekun spiritual pasti paham bahwa Bali memiliki tiang pancang yang ditanam kuat di beberapa lokasi di pulau ini. Namun, layaknya baterai, tiang pancang itu pun punya batas usia dan harus dipelihara. 

Sayangnya, banyak orang Bali sekarang tidak paham akan hal ini dan menyia-nyiakan kesempatan hidup di pulau yang indah dan suci ini. Mereka tidak turut serta menjaga daya tahan "baterai spiritual" ini dan sibuk berfoya-foya, menjilati madu Bali tetapi lupa memelihara lebah-lebahnya.

Penulis

IB Arya Lawa Manuaba

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/opn



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami