Pelaku AMDK Bali Minta Pemda Maksimalkan Program Penanganan Sampah Dulu
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Sejumlah perusahaan air minum kemasan lokal di Bali Merespon SE Gubernur Bali terkait larangan produksi dan distribusi air minum kemasan di bawah 1 liter.
Salah satu perusahaan air minum kemasan lokal Bali, CV Tirta Taman Bali yang memproduksi air minum kemasan bermerek Nonmin, menilai kebijakan larangan air kemasan plastik berukuran di bawah 1 liter oleh Pemerintah Provinsi Bali tidak tepat sasaran.
Lebih lanjut, I Gede Wiradhitya mengatakan jika kiat pemerintah daerah sebelumnya untuk menangani persoalan sampah plastik hanya memiliki tingkat persentase keberhasilan sebesar 40%.
"Maka, akan lebih baik kalau kita berusaha bersama untuk memaksimalkan program yang sudah ada dahulu, sampai di angka 60-75%," lanjutnya.
Hal ini diutarakan seusai mendapatkan laporan dan data yang dipaparkan oleh Gubernur Bali, I Wayan Koster dalam rapat dengan beberapa pelaku usaha dan asosiasi air kemasan Bali pada hari Minggu, 27 April lalu.
"Tidak ada data yang mendukung bahwa produsen dan distribusi atau perdagangan plastik berdampak besar pada masalah sampah," kata Direktur Utama Nonmin I Gede Wiradhitya Samuhata belum lama ini.
Menurut I Gede Wiradhitya, pihaknya mendukung upaya pemerintah daerah untuk mengurangi dampak sampah plastik. Namun, ia menyayangkan kebijakan pelarangan produksi dan distribusi AMDK berukuran di bawah 1 liter. Ia menilai, ini kurang efektif menjadi solusi masalah sampah plastik.
Selain produsen AMDK Nonmin, Kebijakan pelarangan air minum kemasan di bawah 1 liter ini juga diprotes oleh dari produsen amdk Yeh Buleleng. Mereka menilai kalau kebijakan tersebut membebani masyarakat dan malah akan mengganggu perekonomian daerah tersebut.
Sebelumnya Direktur Utama PT Tirta Mumbul Jaya Abadi, Nyoman Arta Widnyana menegaskan bahwa kebijakan tersebut mengganggu iklim usaha dan tidak memihak asosiasi usaha air minum kemasan. Produsen air minum kemasan Yeh Buleleng ini menilai tidak adil apabila permasalahan sampah plastik hanya dibebankan pada industri air minum kemasan saja sementara kemasan yang mereka pakai masih bisa di daur ulang.
"Pemerintah seharusnya berpikir holistik. Artinya dagangan di minimarket yang berbungkus plastik tidak boleh, harus sama rata dengan kami supaya adil. Contoh beli minyak goreng, gula, kopi dan permen itu pakai plastik semua. Ini seakan-akan kami saja yang menimbulkan sampah plastik," kata Artha Widnyana.
Beberapa pelaku industri air minum kemasan di Bali, khususnya sektor usaha kecil dan menengah, juga mengutarakan kekhawatiran mereka. Menurut mereka, pembatasan ini bisa berdampak pada pasokan air minum kemasan untuk sektor pariwisata, perhotelan, dan UMKM, yang selama ini sangat bergantung pada produk berukuran kecil dan praktis.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/rls