Anakan Kera Abu-abu Dijual di Pasar Satria, Langgar UU Satwa?
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Kera dengan jenis ekor panjang atau Kera abu-abu (Macaca fascicularis) anakannya banyak ditemukan dan diperdagangkan di Pasar Satria Denpasar. Apakah hal ini termasuk melanggar UU satwa?
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, R Agus Budi Santosa mengatakan spesies kera tersebut populasinya relatif melimpah. Hal ini karena termasuk mamalia sangat mudah bertahan hidup atau survive, mudah menyesuaikan diri di lingkungan manusia.
Selain itu, mereka makan apa pun yang dimakan manusia, produktif berkembang biak seperti manusia, tidak ada saingan dengan spesies jenis kera lain dan tidak ada hewan pemangsanya.
Bayi kera abu-abu ini mungkin lebih aman dan sejahtera dipelihara manusia daripada kekurangan pakan dan dibunuh sesama kera di alam liar. Selain itu sangat jarang ditemukan penyiksaan terhadap satwa kera jenis ini di Bali karena banyak yang percaya bahwa kera ini adalah titisan atau keturunan Dewa Hanoman yang patut dihormati.
"Satwa ini tidak dilindungi Undang-Undang dan cenderung jadi hama apabila populasinya tidak terkontrol," jelasnya.
Jika dilihat dari Undang-Undang KSDAR tidak bisa diterapkan untuk menghukum pelaku perdagangan satwa ini. Pelaku perdagangan satwa kera ini hanya bisa dikenakan pasal penyiksaan hewan sesuai pasal KUHP.
"Itu pun kalo jelas-jelas terbukti disiksa dan delik penyiksaannya terpenuhi," katanya, Senin,(27/9).
Untuk perdagangan bayi kera jenis ini, BKSDA sulit memantau karena ukuran satwa yang kecil, jinak dan mudah disembunyikan.
"Razia satwa kera jenis ini amat tidak efisien serta tidak sebanding antara nilai konservasi dan bobot kesalahan dibanding dengan biaya operasional dan biaya perawatan apabila satwa disita," cetusnya.
Bagi penyayang hewan mungkin memang terlihat kasihan dengan nasib bayi-bayi kera ini, namun menurut aturan, lanjutnya, pelaku perdagangan satwa kera ini tidak bisa dikenai hukuman berat karena satwa tidak dilindungi UU.
Kendati demikian, peredarnnnya sebenarnya bisa diatur dengan Perda, karena merupakan Tindak Pidana Ringa atau Tipiring dan sanksinya lebih condong ke Sanksi Administrasi. Untuk itu, menurutnya, perlu pendekatan dan dikomunikasikan dengan Pemda setempat.
Reporter: bbn/aga