search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Curhat Warga Korut Kena Penyakit Misterius Tinggal di Dekat Tes Nuklir
Minggu, 9 Juli 2023, 12:14 WITA Follow
image

beritabali.com/cnnindonesia.com/Curhat Warga Korut Kena Penyakit Misterius Tinggal di Dekat Tes Nuklir

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DUNIA.

Sejumlah warga Korea Utara yang melarikan diri dari negara itu menceritakan pengalaman mereka tinggal di dekat situs uji coba nuklir. Mereka mengaku pernah mengidap penyakit-penyakit misterius selama menetap di sana.

Perempuan dengan nama samaran Lee Mi-young menuturkan dirinya kehilangan anak semata wayangnya karena sang buah hati mengalami kondisi pernapasan misterius.

Paru-paru anaknya seperti meleleh. Namun, dia hanya didiagnosis TBC seperti anak-anak lainnya yang tinggal di daerah itu.

"Kami menusuk sisi paru-parunya untuk mengalirkan cairan tiga kali sehari. Nanah keluar dan pada akhirnya dia meninggal," kata Lee, seperti dikutip Radio Free Asia, Kamis (6/7).

"Dia punya delapan teman, tapi satu atau dua dari itu mulai sakit dan didiagnosis TBC. Semuanya meninggal dalam waktu empat tahun. Anak saya didiagnosis dengan cara yang sama," sambung dia.

Para dokter di negara itu, kata dia, tidak bisa menentukan bagaimana anak-anak tersebut tertular tuberkulosis. Bahkan, dokter di departemen itu sendiri tidak tahu kenapa bisa banyak anak mengidap penyakit TBC.

Lee sendiri meyakini bahwa putranya menderita radiasi akibat nuklir di wilayah tersebut.

"Mereka tidak tahu bahwa itu akibat uji coba nuklir," kata Lee.

Barulah ketika tiba di Korea Selatan pada 2016, Lee mengetahui bahwa uji coba nuklir yang pernah dia rayakan itu hampir pasti menjadi penyebab anaknya meninggal dunia.

"Ketika uji coba nuklir ketiga dilakukan [pada 2013], orang-orang bersorak gembira setelah menonton siaran. Saya bangga bahwa Korea Utara telah mengembangkan senjata nuklir untuk 'melumpuhkan Amerika'," ucapnya.

Ia kemudian melanjutkan, "Saya tidak tahu bahwa itu akan berdampak negatif pada orang-orang."

Lee sendiri tinggal 27 kilometer dari situs Punggye-ri, lokasi Pyongyang melakukan enam uji coba nuklir bawah tanah pada 2006-2007.

Saat tinggal di sana, dia mengaku hampir tidak bisa khawatir soal dampak nuklir karena sibuk mencari nafkah dan bertahan hidup.

Setelah diingat-ingat, kata dia, sebetulnya ada begitu banyak pasien penyakit parah yang tinggal di daerah Kilju, daerah kediamannya.

"Kabupaten Kilju punya jumlah pasien kanker lambung, pankreas, hati, tuberkulosis, dan paru-paru tertinggi secara nasional. Ketika pasien didiagnosis mereka meninggal dalam waktu tiga bulan," ucapnya.

Saat anaknya sakit, Lee sempat membawa putranya ke ibu kota Pyongyang dengan harapan bisa mendapat dokter yang lebih baik untuk merawat sang buah hati.

Pergi ke Pyongyang sendiri adalah tindakan ilegal bagi warga biasa. Akses untuk layanan kesehatan, yang disediakan bagi elite Korut, juga hampir tidak mungkin didapat.

"[Kami] mencoba pergi dari rumah sakit (tempat dia dirawat) menuju rumah sakit di Pyongyang. Tapi pihak rumah sakit memberitahu kami bahwa semua pasien TBC dan hepatitis di Kilju tak bisa memasuki Pyongyang," ujar dia.

"Saya tidak bisa mendapat izin atau sertifikat, oleh sebab itu putra saya meninggal tanpa pernah mendapat kesempatan dirawat di rumah sakit di Pyongyang."

Kini, dia merasa kasihan pada warga Kilju lainnya yang masih tinggal di sana. Sebab mereka tidak tahu betapa bahayanya pengembangan nuklir terhadap kualitas hidup.

Yakin terpapar radiasi nuklir

Lee yakin pihak berwenang sebetulnya tahu bahwa puluhan ribu orang yang tinggal di dekat situs terus-menerus terkena radiasi.

"Mengapa mereka tidak tahu? Pemerintah dengan sengaja mengabaikan orang-orang. Negara macam apa itu?" tukas dia.

Pembelot lain dengan nama samaran Kim Hwa-young juga mengaku menderita sakit kepala yang sangat parah selama tinggal di Kilju. Bahkan, obat-obatan tak ada yang mempan mengobati nyeri hebat tersebut.

Meski sudah sesakit itu, dia tak didiagnosis apapun oleh pihak rumah sakit setempat.

"Tidak ada diagnosis bahkan jika saya pergi ke rumah sakit," kata Kim.

Setelah memeriksa di Korsel, Kim didiagnosis memiliki jumlah sel darah putih yang rendah, sama seperti mereka yang melarikan diri bersamanya. Dia menderita hepatitis C.

Penyakit yang diidapnya termasuk belum begitu parah jika dibandingkan dengan warga lain yang tinggal di kawasan itu. Beberapa kenalannya ada yang menderita leukopenia lalu meninggal dunia. Ada pula yang kanker dan TBC di saat yang bersamaan.

"Tetangga sebelah saya, gusinya berdarah dan dia meninggal. Tubuh anak usia 4 tahun yang malang ini memar di seolah dicubit," ujarnya.

"Dia kemudian didiagnosis leukopenia dan meninggal. Gusinya tidak berhenti berdarah meskipun sudah diberikan semua jenis obat."

Air yang tercemar

Kim percaya bahwa dirinya terkena radiasi lewat air minum. Sebab air di Kilju betul-betul merupakan sumber air dalam hidupnya.

"Semua air keran berasal dari (situs) Punggye-ri," kata perempuan yang melarikan diri dari Korut pada 2014 itu.

Lee juga merasakan hal yang sama dengan Kim setelah mengingatnya kembali. Lee berujar aliran air, khususnya Namdae, mulai berubah setelah uji coba nuklir dilakukan.

"Aliran Namdae dulunya bersih dan bagus. Ikan trout yang hidup di sungai juga bagus," kata Lee.

"Mereka dikirim sebagai produk khusus yang disediakan untuk (mantan pemimpin) Kim Il Sung, tapi pada satu waktu, tidak ada ikan trout yang terlihat di aliran itu. Jamur pinus juga berhenti tumbuh disana," lanjut dia.(sumber: cnnindonesia.com)

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami