Gerindra Bali akan Dampingi Proses Hukum Disel Astawa
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Ketua DPD Partai Gerindra Provinsi Bali, Made Muliawan Arya alias De Gadjah menanggapi Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Badung, I Wayan Disel Astawa (IWDA) yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali.
Disel yang juga anggota DPRD Bali dari Gerindra itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus reklamasi lahan seluas 2,2 hektar di Pantai Melasti, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan pada Senin (29/5).
“Kami menghormati setiap proses hukum yang berjalan yang dialami oleh saudara I Wayan Disel Astawa yang kebetulan kader, tentu saja kita harus tetap mengedepankan asas hukum praduga tak bersalah,” ungkap De Gadjah saat dihubungi pada Selasa (30/5).
Permasalahan ini, lanjutnya, harus dilihat dari sudut pandang yang objektif. Selain itu, pihaknya selaku DPD Partai Gerindra Provinsi Bali nantinya akan memberikan hal-hal membantu, yang dalam konteks pendampingan hukum.
Sekaligus akan tetap melakukan koordinasi dan supervisi kepada DPP Partai Gerindra. “Apalagi mengingat sekarang ini sudah memasuki tahun politik. Tentu saja kita juga harus berhati-hati dalam menyikapi persoalan-persoalan seperti ini,” ungkap De Gadjah.
Kendati demikian, ia menegaskan kembali bahwa persoalan ini tidak mengurangi semangat juang Gerindra di Bali. Untuk diketahui, Polda Bali secara resmi telah menetapkan lima orang tersangka pada Senin (29/5), dengan salah satunya tersangka IWDA atau I Wayan Disel Astawa (52).
Bendesa Adat Desa Ungasan ini ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan gelar perkara yang dilakukan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali pada Jumat (26/5) bersama dengan tersangka GMK (58) seorang karyawan swasta dari Kuta Selatan; MS (52) karyawan swasta dari Denpasar Selatan; KG (62) wiraswasta dari Surabaya; dan T (64) karyawan swasta dari Surabaya.
Sementara lahan seluas 2,2 hektar yang diurug secara ilegal ini masih dalam status quo. Lahan reklamasi tersebut rencananya akan dijadikan beach club.
Adapun kerugian terjadi akibat reklamasi tersebut yakni kerusakan pemanfaatan daerah pesisir Pantai Melasti, termasuk lahan-lahan tempat berkembangnya biota laut yang menyebabkan terganggunya ekosistem.
Kelima tersangka dalam kasus ini dijerat pasal berlapis. Pertama yaitu Pasal 75 juncto Pasal 16 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja juncto Pasal 56 ke-1 e Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman hukuman maksimal tiga tahun penjara atau denda Rp500 juta.
Para tersangka juga dijerat dengan Pasal 109 juncto Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2019 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juncto Undang-Undang 11/2020. Para tersangka terancam hukuman paling singkat satu tahun dan maksimal tiga tahun penjara atau denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar.
Terakhir yaitu tersangka dijerat dengan Pasal 69 juncto Pasal 61 huruf a Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang juncto Undang-Undang 11/2020, dengan ancaman hukuman paling lama tiga tahun penjara atau denda Rp 500 juta.
Editor: Robby
Reporter: Gerindra Bali