Resesi Eropa Terjadi Jika Rusia dan Ukraina Masih Berkonflik
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DUNIA.
Sebuah penelitian yang dilakukan Institut Ekonomi Jerman memperlihatkan potensi krisis ekonomi akibat resesi Eropa semakin dekat setelah pandemi COVID-19 dan konflik Rusia-Ukraina.
Saat antisipasi krisis ekonomi efek konflik Rusia dan Ukraina saat ini memperbesar perbedaan progresif dalam pembangunan ekonomi. Sementara, hal ini menyebabkan ketimpangan ekonomi hingga membawa Uni Eropa (UE) "di ambang resesi".
Tahun 2021 silam, Uni Eropa mengadopsi paket pemulihan 800 miliar euro (826 miliar dolar AS) untuk mengatasi dampak pandemi.
Spanyol dan Italia, dua negara yang paling terpukul, menerima bagian terbesar masing-masing sebesar 77 miliar euro dan 70 miliar euro dalam bentuk bantuan yang tidak dapat dibayar kembali.
Meski program itu memberikan insentif positif bagi investasi swasta di blok tersebut, pemulihan berbentuk V yang cepat atau sangat diharapkan tidak terwujud, kata studi tersebut.
Sementara, sejumlah negara Uni Eropa seperti Jerman, Spanyol dan Italia, terpukul ke tingkat yang memprihatinkan akibat produksi industri masih di bawah tingkat sebelum krisis. Selain itu, tingkat inflasi yang sudah tinggi "lebih didorong oleh guncangan harga energi eksogen.
Penelitian ini juga mengatakan, kenaikan harga energi membuat inflasi di Uni Eropa naik menjadi 9,6 persen pada Juni. Tingkat tertinggi tercatat di Estonia dan Lithuania, lebih dari 20 persen. Di Jerman, tren kenaikan sedikit melambat pada Juli menjadi 7,5 persen, menurut data resmi.
Baca juga:
Ukraina Tangkap 2 Warga Diduga Suruhan Rusia
Guna mengekang tingkat inflasi yang tinggi, Bank Sentral Eropa (ECB) telah menaikkan suku bunga utamanya. Setelah langkah pertama sebesar 0,5 poin persentase pada Juli, lebih banyak lagi yang akan menyusul.
"Ini adalah kenaikan suku bunga pertama dalam 11 tahun. Tapi sebenarnya ini hanya langkah terakhir dalam perjalanan kami untuk melepaskan langkah-langkah khusus yang harus kami ambil untuk melawan serangkaian krisis," kata Presiden ECB Christine Lagarde pada Juli lalu.
Meski demikian, efek suku bunga mungkin tidak langsung terasa. Sebaliknya, intervensi ECB bahkan dapat meningkatkan risiko resesi.
Penelitian ini juga mengingatkan ancaman perusahaan Eropa untuk kesulitan mempertahankan produktifitas mereka jika ketegangan ekonomi ini terus terjadi. Seperti halnya, ekonomi besar dengan pangsa industri yang tinggi seperti Jerman yang berpotensi mandeg.
"Dalam jangka panjang, dalam kasus terburuk, ini akan menyebabkan migrasi seluruh industri ke luar negeri," demikian penelitian itu.
Reporter: bbn/net