Makna Hari Suci Pagerwesi Dalam Kepercayaan Hindu Bali
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Hari ini tepat pada Rabu Kliwon Sinta, 30 Maret 2022 adalah hari suci Pagerwesi. Dalam lontar Sundarigama, dijelaskan bahwa pada hari ini diyakini sebagai hari suci bagi Bhatara Paramestiguru melakukan yoga.
Diiringi bersama para dewata Nawa Sanga, guna menjaga kesuburan dan kesejahteraan segenap makhluk dan alam semesta.
Oleh sebab itu, umat Hindu disarankan melakukan persembahyangan di sanggah kamulan. Serta membuat sesajen berupa daksina, suci, pras, panyeneng, sasayut pancalingga, penek, ajuman, dan raka-raka wangi-wangi lengkap.
Sesajen ini kemudian dihaturkan kepada Sang Panca Mahabhuta di halaman sanggah. Terdiri dari segehan warna, sesuai dengan neptu arah mata angin.
Kemudian sesajen yang ditujukan untuk manusia, terdiri atas sasayut pageh urip, prayascita, serta segehan agung satu tanding. Dalam Sundarigama, dijelaskan pula makna sasayut pageh urip dan prayascita ini dalam perayaan Pagerwesi adalah untuk kian memperteguh iman manusia.
Hal itu dijelaskan pula oleh Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti. Sesuai dengan kata Pagerwesi, dari kata pagar (pageh) dan wesi atau besi.
Bahwa Pagerwesi, secara filosofi juga untuk kian memagari diri dan ilmu pengetahuan yang telah didapat saat Saraswati.
Sehingga apa yang didapat kian terpatri di dalam diri. Sebelum hari suci Pagerwesi, umat Hindu sudah merayakan hari suci Saraswati, Soma Ribek, dan Sabuh Mas.
Dijelaskan dalam Sundarigama, pada perayaan Soma Ribek, umat Hindu diharapkan mencapai kearifan, kelembutan, keramahan, dan kebijakan sesuai sifat soma itu sendiri.
Semuanya diharapkan sempurna memenuhi diri umat (ribek). Hasil yang dicapai dalam perayaan Soma Ribek, pada hakekatnya merupakan sumber kekayaan yang ada di dalam diri atau Sabuh Mas.
Sehingga semua hasil yang dicapai tersebut, wajib dijaga melalui pengendalian pikiran, perkataan, dan perbuatan (yoga samadhi). Agar tetap bersih, suci lahir-batin (prayascita). Guna mempertahankan keselamatan jiwa dan raga umat manusia (pageh urip).
Sehingga dalam lontar Sundarigama, disebutkan pula bahwa wuku Sinta adalah wuku kasih sayang. Baik kepada sesama manusia, makhluk lain di dunia, apalagi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Termasuk menyayangi diri sendiri. (Sumber: Bali.tribunnews.com)
Reporter: bbn/net