search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Suka dengan Sesama Jenis
Minggu, 30 September 2018, 07:40 WITA Follow
image

Beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. "Dok, selama ini saya lebih tertarik bila melihat sesama laki-laki, apalagi yang lebih dewasa atau bapak-bapak. Saya kadang merasa terangsang secara seksual bila melihat bapak-bapak dengan wajah tertentu, misalnya berkumis, bentuk hidung, dan hal lain yang saya suka. Yang menjadi pertanyaan saya adalah apa yang sebenarnya terjadi dalam diri saya? Apakah saya masuk kategori seorang homoseksual? Mohon penjelasannya? Ke mana saya harus berkonsultasi dan bagaimana cara menghilangkan perasaan ini karena saya sangat tersiksa dengan perasaan ini dan adakah terapi untuk menyembuhkannya kalau ini memang sebuah penyakit? Terima kasih." (Hafiludin, 31).
 
[pilihan-redaksi]
Jawab: Seseorang disebut berorientasi seks homoseksual jika hanya tertarik dan terangsang terhadap yang sesama jenis kelamin dan malah tidak tertarik dan tidak terangsang terhadap lawan jenis. 
 
Akibatnya, dia tidak tertarik untuk melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis. Kalau dilihat dari kasus di atas, ketertarikan secara seksual kepada sesama laki-laki dan tidak kepada perempuan, menunjukkan memang sudah dapat disebutkan sebagai homoseksual. Sementara lebih tertarik kepada yang lebih dewasa, itu bukan sebuah masalah, kecuali yang disukai adalah hanya laki-laki tua yang sudah lanjut usia. Itu disebut gerontofilia, sebuah kelainan seksual. 
 
Masih banyak persepsi masyarakat menyatakan homoseksualitas sebagai sebuah abnormalitas. Padahal itu keliru, homoseksual, biseksual dan heteroseksual adalah orientasi seksual. Itu artinya adalah sebuah pilihan, yang tergantung dari penyebabnya. Penyebabnya adalah beberapa faktor. 
 
Pertama, faktor biologi, berupa gangguan pada pusat seks di otak atau permasalahan genetik dan kromosomnya. 
 
Kedua, faktor psikodinamik, yaitu gangguan perkembangan psikoseksual pada masa kecil. 
 
Ketiga, faktor sosiokultural, yaitu kebiasaan yang berakar pada budaya setempat. 
 
Keempat, faktor lingkungan, yaitu akibat pengaruh pergaulan atau pengalaman pertama kejadian cinta sejenis.
 
Banyak yang menyebutkan cinta sejenis disebabkan oleh faktor lingkungan, dan banyak yang bertanya apakah mungkin dapat diubah kembali menjadi heteroseksual? Tentu saja tidak selalu mudah.  Tergantung kemauan, kuatnya pengaruh lingkungan dan penting atau tidaknya diubah. Kalau penyebab lain, misalnya karena faktor sosiokultural mungkin dapat diubah kalau yang bersangkutan segera keluar atau meninggalkan budayanya, walau ini juga tidak mudah dilakukan karena faktor sosiokultural pada umumnya sudah melekat sejak masa kecil. Kalau karena faktor biologi, misalnya kelainan genetik, sudah dapat dipastikan tidak mungkin dapat diubah menjadi heteroseksual.  Sedang yang karena faktor psikodinamik juga hampir pasti tidak dapat diubah, kecuali didukung oleh kesadaran dan kemauan yang luar biasa.
 
[pilihan-redaksi2]
Jadi cinta sejenis itu sesungguhnya adalah lebih ke permasalahan pilihan hidup atau orientasi. Hanya saja, yang menjalaninya sering kali merasa akhirnya tidak nyaman karena menjadi berbeda dengan orang banyak. Akan terlihat menjadi aneh dan dicap mengalami kelainan oleh masyarakat banyak jika ketahuan, sehingga lebih banyak yang menyembunyikan orientasi seksualnya ini. Keinginan itu dapat hilang sama sekali atau tidak, sangat tergantung kepada apa penyebabnya tadi. 
 
Apakah cinta sejenis ini berbahaya? Sesungguhnya risikonya sama saja dengan hubungan cinta yang biasa, akan dapat muncul problem psikis dan emosional dari hubungan ini dan risiko medis seperti infeksi ringan hingga infeksi menular, jika dilakukan berganti pasangan, selama kontak seksual yang dilakukan tanpa proteksi kondom. Pasangan homoseksual biasanya melakukan hubungan seksual dengan melakukan oral seks, anal seks, dan petting (menggesek-gesekkan kelamin atau bercumbu berat). Jangan salah, oral seks, anal seks, dan petting juga bisa memunculkan luka lecet atau mikrolesi yang menjadi jalan masuk virus, jamur maupun bakteri yang diidap oleh salah satu pihak diantaranya.
 
Lalu, jika ada yang berniat buat meninggalkan aktivitas cinta sejenis, apa bisa? Kalau penyebabnya "hanya" karena pengaruh lingkungan, keadaan ini dapat diatasi. Selama ada kemauan kuat, pengaruh lingkungan juga bisa dikendalikan dan tetap berupaya mengontrol keinginan untuk konsisten tidak mencoba hubungan dengan sesama jenis. 
 
Sebaliknya, jika seandainya ingin dilanjutkan, apa bisa? Bisa saja, selama lingkungan sekitarnya tidak mempermasalahkan dan pelakunya tidak merugikan pihak lain. Karena saat ini sudah makin banyak masyarakat yang bisa tetap toleransi dan lebih menerima perilaku homoseksual. Seorang lesbian atau gay, tetap bisa sukses di profesi masing-masing yang digelutinya. Ada yang menjadi seniman, penyiar televisi, pengusaha, ataupun menteri. Bahkan di banyak negara saat ini ada kecenderungan perilaku homoseksual sudah bukan lagi sebuah aib, sebaliknya banyak yang kemudian muncul sebuah trend, akibat banyaknya artis yang secara eksplisist menunjukkan kehomoseksualan mereka. Karena cinta sejenis sesungguhnya lebih tepat adalah sebuah pilihan. Sekarang tinggal bagaimana kita menyikapinya. It`s your choice. [bbn/dr.oka negara/psk]

Reporter: bbn/psk



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami