Upacara Pengebek Syukuri Anugrah
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BADUNG.
Di Pura Pucak Mangu, masih terselenggara upacara yang dilakukan seluruh pengempon pura. Upacara ini adalah mensyukuri anugrah Tuhan yang telah memberikan limpahan-Nya. Sehingga umat bisa hidup dengan baik dan selamat.
Mensyukuri anugrah Hyang Widhi ini, manusia merasa mempunyai kewajiban untuk mengucapkan angayu bagia dengan simbol-simbol dalam upacara. Karena, manusia tidak mungkin melakukan komunikasi dengan Tuhan langsung bertemu, melainkan dengan simbol-simbol. Ada simbol-simbol perkataan (mantra), ada simbol-simbol perbuatan berupa upakara berserta isinya, juga simbol-simbol pikiran yang dituangkan dengan ketulusikhlasan melakukan yadnya.
Di Pura Pucak Mangu masih melaksanakan suatu upacara yang cukup unik. Upacara ini disebut dengan upacara Pengebek. Menurut Gusti Armini, pengebek artinya ebek, penuh, memenuhi. Sebagai masyarakat yang berkultur spiritual pertanian, sangat tepat melakukan upacara yang penuh dengan permohonan. Setelah diberikan permohonan, masyarakat juga tidak lupa mengucapkan terima kasih, angayubagia atas anugrah yang telah diberikan.
Di sisi lain, dalam upacara Pengebek ini bermakna untuk mendapat segala permohonan agar selalu dipenuhi, selalu ebek. Ebek yang dimaksud sebuah harapan dari petani, yang mempunyai kultur hidup dari hasil pertanian. Wajar mohon dan mengucap angayu bagia. Dengan upacara pengebek ini, pengempon pura berharap hasil pertaniannya selalu berhasil melimpah, selamat dan mampu mensejahterakan umat manusia lahir dan bathin.
Upacara ini, menurut Jro Mangku yang bertugas di pura tersebut, dilaksanakan pada sasih kawulu. Karena sasih ini menjadi tonggak pancaroba atau peralihan musim dari musim hujan ke musim panas atau kering. Pada saat pancaroba inilah kesempatan bagi umat atau panyungsung untuk mohon atau mensyukuri anugrah Tuhan yang telah dinikmati. Acara ini berlangsung di Pura Pesiraman yang terdapat pancaran air klebutan.
Dengan sarana sesajen seperlunya, air diambil lalu dibawa ke Pucak Mangu. Di pura tirta ini diupacarai, lantas disiramkan pada lingga dan yoni. Air siraman ini mengalir melalui cerat yoni dan ditampung dengan sujang (tabung yang dibuat dari bambu dan telah disucikan).
Selanjutnya, setelah prosesi berakhir, tirta dibawa turun ke Pura Penanataran Agung Pucak Mangu. Tirta ini diberikan atau dibagi-bagikan kepada umat atau pemedek dan dibawa pulang. Sampai di rumah, tirta ini dipercikan bersamaan dengan sesajen seperlunya pada sawah atau ladang dan perkebunan. Percikan tirta ini bermakna agar setiap pertanian menjadi subur, berbuah lebat untuk bisa dinikmati hasilnya.
Upacara pengebek ini sering juga disebut dengan upacara Sima Gunung. Menurut Purana Pura Sad Kahyangan Pucak Mangu yang disusun Bappeda Badung disebutkan, Sima Gunung merupakan tradisi spiritual yang dilakukan masyarakat yang berada di lereng Gunung Mangu.
Para pamaksan Pura Penataran Agung Pucak Mangu dalam setiap piodalan senantiasa melakukan upacara yang mereka namakan Sima Gunung. Isi dari upacara ini adalah seisi pegunungan.
Cara persembahannya cukup unik, di mana tidak diletakan di palinggih, melainkan dipangku/ditampa berdiri oleh masing-masing yang mempersembahkan. Semua sarana seperti panganteb, eteh-eteh ditampa. Persembahan juga disertai dengan babi hutan berwarna hitam. Upacara ini sama tujuannya untuk memohon setiap hasil pertanian atau ternak tidak diserang hama. “Loh Ripah Loh Jinawiâ€.
Reporter: bbn/ctg