search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Greenpeace: Perjanjian Iklim Mengabaikan Kajian Ilmiah
Minggu, 16 Desember 2007, 10:15 WITA Follow
image

Beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, BADUNG.

Perjanjian iklim yang dicapai di Bali hari ini telah mengabaikan target untuk menurunkan emisi yang dituntut oleh kajian ilmiah dan kemanusiaan, demikian menurut Greenpeace.



Dihadapkan pada kritik tajam di tengah sidang PBB, Pemerintah AS dengan terpaksa mengikuti kemauan peserta lain agar tidak menggagalkan pertemuan tersebut. Meski demikian, taktik di bawah tangan Pemerintahan Bush telah mengakibatkan Mandat Bali tidak mencantumkan hal apa pun yang terkait dengan angka penurunan yang dibutuhkan untuk menghentikan perubahan iklim, dan mengecilkan arti kajian ilmiah.



“Dengan kasarnya Pemeritahan Bush telah mengeksploitasi suatu proses menuju kesepakatan dan menjadikannya sebuah arena topeng monyet,” kata Direktur Eksekutif Greenpeace Internasional Gerd Leipold. “Mereka menjadikan kajian ilmiah sebagai catatan kecil.”


Tahun ini Panel Antarpemerintah PBB tentang Perubahan Iklim atau Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), yang telah mendapat Nobel Perdamaian, dengan jelas telah menunjukkan dampak dari perubahan iklim, dan di pekan ini ada berita tentang hilangnya es di Antartika dalam lima atau enam tahun mendatang, sementara para ahli mengatakan bahwa tahun 2007 ini merupakan tahun yang terpanas sepanjang sejarah.

Greenpeace tetap yakin bahwa tekanan dari masyarakat di semua benua akan membuat pemerintah-pemerintah dunia akan sepakat dalam dua tahun mendatang untuk menekan emisi gas rumah kaca sesuai permintaan para ilmuwan. Jerman, misalnya, merupakan contoh negara yang mengumumkan penurunan emisinya hingga 40% pada tahun 2020.

“Pemerintah-pemerintah di dunia harus menentukan nasib mereka sendiri dari bencana yang diciptakan oleh Presiden Bush yang punya rencana busuk. Negara-negara industri kini harus menetapkan target-target mereka dalam menekan emisi dan terus maju dalam mencapai batas nasional dan internasional, dan yakin bahwa Pemerintah AS juga akan segera berbuat sama.”

“Negara-negara berkembang datang ke Bali dengan usulan jelas. Yang mereka dapatkan hanyalah strategi kotor dari Bush yang menantang semua bahasan terutama yang terkait dengan jutaan umat manusia yang telah menderita akibat perubahan cuaca,” kata Ailun Yang dari Greenpeace China.

“Pemerintah Amerika tanpa ragu menyalahkan lemahnya kesepakatan itu kepada negara-negara berkembang, namun dunia mengerti apa yang sebenarnya: Amerika-lah yang berperan di Bali.”

Para Pihak dalam Protokol Kyoto sepakat dalam beberapa target dari negara-negara industri untuk menekan emisi hingga 25 % - 40 % pada tahun 2020. Hal ini menggambarkan bahwa Bush telah terkucil dari pentingnya penurunan emisi.

Perjanjian akhir mencantumkan suatu mandat untuk merundingkan tahap berikut yang lebih mantap dari Protokol Kyoto untuk tahun 2009, dengan memulai proses pendanaan dan menyalurkan teknologi bersih bagi negara-negara berkembang, dan pembiayaan untuk membantu para korban perubahan iklim. Untuk pertama kalinya, UNFCCC akan membahas masalah utama tentang emisi dari pembalakan hutan yang mencapai 20% dari emisi global.

Greenpeace menyambut baik langkah-langkah awal menuju tercapainya penurunan emisi dari pembabatan hutan, yang akan melindungi baik hutan maupun iklim. Namun, hilangnya hutan tetap memprihatinkan – tiap dua detik areal hutan seluas lapangan bola dihancurkan. Pemerintah-pemerintah dunia seharusnya dapat bertindak lebih banyak dalam hal ini. Masih banyak hal yang harus dilakukan sebelum masalah penggundulan hutan dibahas secara efektif.

Pertemuan ini mencapai beberapa hal yang membantu manusia untuk beradaptasi dengan dampak perubahan iklim, dan menyokong teknologi bersih lebih banyak dari yang diharapkan. Hasilnya, dana akan mulai mengalir kepada mereka yang paling ringkih.



Namun, dana yang disetujui di Bali merupakan hal kecil dibanding dengan kebutuhan akan adaptasi dan triliunan hal lain yang diperlukan untuk revolusi energi belum tampak. Hal ini harus diubah jika kita menginginkan berakhirnya penderitaan dan cara pengembangan energi yang membuat polusi. (ctg)

Reporter: bbn/ctg



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami