Akun
guest@beritabali.com
Beritabali ID: —
Langganan

Beritabali Premium Aktif
Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium
Suara Masyarakat Sipil, Agenda Pembangunan Paska 2015
BERITABALI.COM, BADUNG.
Pemerintah Indonesia diminta untuk memasukkan “Akses Hukum dan Keadilan” bagi masyarakat dalam Agenda Pembangunan MDGs Pasca 2015. Selama ini “Akses Hukum dan Keadilan” terabaikan bahkan tidak pernah memberi ruang dan akses bagi masyarakat kecil yang mengalami kriminalisasi dan terampas haknya dalam memperoleh keadilan.
MDG’s selama ini justru memperlihatkan pemerintah Indonesia “gagap” dalam mengentaskan kemiskinan karena hanya memberikan perspektif kemiskinan pada level instrumen saja yang diberi nama pembangunan namun tanpa berkeadilan.
“Hanya simbol-simbol saja yang terlihat. Contohnya program bedah rumah kawasan kumuh, masyarakat disabilitas menjadi objek. Tidak jelas arah dan korelasinya dengan mengentaskan kemiskinan,” jelas Alvon K Parma, Ketua YLBHI Indonesia, dalam pertemuan bertema “Akses untuk Hukum dan Keadilan serta Tujuan Pembangunan Pasca 2015”, Senin (25/3) di Hotel Goodway, Nusa Dua, Bali.
Narasumber lain sebagai saksi ketidakadilan adalah Suciwati - istri aktivis kemanusiaan Munir. Kegiatan akhir koalisi masyarakat Indonesia ini dilakukan di tengah berlangsungnya Panel Tingkat Tinggi Pasca MDGs 2015.
Alvon mengatakan selama MDG’s berlangsung justru pemerintah Indonesia malah meningkatkan angka kemiskinan. Pembangunan di sektor perkebunan menjadi contoh dimana banyak masyarakat adat di Sumatera dan Papua justru terpinggirkan akibat kebijakan dan regulasi yang tidak pro-keadilan.
“Tanah masyarakat adat dirampas atas nama pembangunan. Dahulu mereka mempunyai 10 Ha tanah, kini hanya sedikit bahkan ada yang tidak punya tanah lagi. Kemudian mereka menjadi buruh murah,”tandas Alvon.
Solusi terbaik untuk mengentaskan kemiskinan ada baiknya pemrintah Indonesia mengintervensi dengan kerangka dan konsep pengurangan kemiskinan yang jelas, tambahnya.
Akses hukum dan keadilan menjadi penting ketika masyarakat juga ingin memproses masalah hukumnya. Suciwati, misalnya menjelaskan bagaimana secara nyata pemerintah Indonesia tidak mampu mengadili orang-orang yang selama ini menghilangkan sejumlah rakyatnya sendiri termasuk suaminya.
Ironisnya, banyak masyarakat memperlakukan para pelaku korupsi dan pembunuh kemanusiaan dengan hormat bahkan dimintai sumbangan.
Bahkan perlakuan hukum untuk mendapatkan keadilan juga masih diskriminatif, kasus anak Hatta Rajasa dapat menjadi contoh. Sementara banyak masyarakat kecil dihukum berat dan didiskriminasikan akibat tidak mendapatkan akses hukum dan keadilan.
Reporter: bbn/net
Berita Terpopuler
ABOUT BALI

Film Dokumenter Hidupkan Kembali Sejarah Tari Kecak di Bedulu

Makna Tumpek Landep Menurut Lontar Sundarigama

Tari Sanghyang Dedari Nusa Penida Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda

Mengenal Tetebasan Gering, Topik Menarik di Festival Lontar Karangasem
