search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Menyemai Terumbu Karang Pemuteran Dengan Sel Surya
Selasa, 25 Maret 2014, 22:25 WITA Follow
image

Beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Desa Pemuteran yang terletak di pesisir Kabupaten Buleleng Bali cukup terkenal berkat keberhasilan masyarakatnya dalam mengelola terumbu karang. Dengan kerja keras dan perjuangan yang tiada henti, masyarakat Desa Pemuteran Buleleng kini memiliki taman coral seluas 2,5 hektar yang dibangun dengan teknik biorock atau teknologi percepatan pertumbuhan terumbu karang dengan aliran listrik kini menjadi kebanggaan masyarakat Desa Pemuteran Buleleng Bali. Keindahan taman karang menjadi daya tarik tersendiri, sehingga kini ramai di kunjungi wisatawan

Keberhasilan pengelolaan terumbu karang di Pemuteran juga telah mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari lembaga dunia untuk pembangunan (UNDP). Dimana UNDP menganugrahkan dua penghargaan sekaligus, yaitu The Equator Price 2012 terkait dengan program pelestarian terumbu karang berbasis masyarakat dan penghargaan khusus UNDP terkait daerah pengelolaan laut dan terumbu karang. Kedua penghargaan diterima pada 20 Juni 2012 di Rio de Janeiro, Brasil.

Ketua Yayasan Karang Lestari I Gusti Agung Prana dalam keteranganya di Denpasar, Selasa (25/3/2014) mengungkapkan komitmen dan partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian terumbu karang menjadi salah satu alasan utama bagi UNDP untuk memberikan penghargaan bagi pengelolaan terumbu karang di Desa pemuteran.

Walaupun terdapat penggunaan teknologi biorock tetapi teknologi tersebut dinilai hanya sebagai sarana pendukung.  “Tapi teknologi itu dianggap sebagai pendukung, tetapi yang inti yang diapresiasi oleh para ahli ini adalah kesadaran dan partisipasi masyarakat setempat, dan ini yang ingin di inspirasikan secara global kepada dunia,” kata I Gusti Agung Prana yang juga Pemilik Hotel Taman Sari Pemuteran.

Upaya pengelolaan terumbu karang di Pemuteran membutuhkan kemauan, komitmen serta modal yang besar. Apalagi penggunaan teknologi biorock membutuhkan bantuan aliran listrik untuk menstimulus pertumbuhan karang.

Arus listrik tersebut dialirkan ke struktur-struktur yang menjadi media tanam terumbu karang yang memiliki beragam bentuk mulai dari parabola, piramida dan bola.

Dengan adanya bantuan arus listrik pertumbuhan terumbu karang bisa dipercepat 6-8 kali lebih cepat. Selama ini untuk pengoperasian sistem biorock dengan menggunakan listrik PLN, Agung Prana harus menghabiskan biaya mencapai sekitar Rp.15 juta per-bulan.  “Listrik tersebut kita alirkan ke struktur, melalui saluran katoda dan anoda kita stimuli pertumbuhan karang,” jelas I Gusti Agung Prana.

Agung Prana mengakui kini sedang mengembangkan beberapa percobaan untuk mendapatkan energi listrik yang dapat digunakan untuk mendukung sistem biorock. Pengembangan dilakukan agar tidak lagi tergantung kepada listrik PLN. Dimana terdapat 3 metode yang dikembangkan yaitu Sel surya (solar sel), tenaga ombak dan angin. Pada saat ini metode yang cocok dan cukup efisien adalah menggunakan solar sel. 

“Ini akan kita coba kirim konsepnya ke Jakarta ke Kementerian ESDM, supaya ini dilanjutkan dan kita disuport, jadi listrik arahnya kesitu” ujar Agung Prana. Diharapkan dengan menggunakan solar sel kedepan biaya pemakaian listriknya dapat diminimalkan. Jika penggunaan solar sel dapat dilakukan secara optimal maka efisiensi biaya penggunaan listrik diperkirakan akan mencapai lebih dari 50 persen.

“Kalau biaya operasinonal pake panel bisa lebih efisien lebih dari setengah jika dibandingkan dengan listrik PLN. Dan kita juga tidak terlalu bergantung pada PLN,” ungkap Agung Prana.

Agung Prana menambahkan yang menjadi tantangan dari pengembangan solar sel untuk system biorock adalah investasi awal yang cukup besar. Tantangan lainnya yaitu membuat satu panel untuk seluruh struktur karang yang ada. Sebab jika terlalu banyak menggunakan panel akan mengurangi keindahan dan sangat mengganggu bagi wisatawan yang ingin menikmati pemandangan bawah laut Pemuteran. 

“Kita punya 86 struktur, kita masih memikirkan satu panel untuk sebanyak mungkin , nanti kalau terlalu krodit di laut hilang beauty-nya kita,” tegasnya.

Geografis desa Pemuteran yang kering, membuat warga hanya bisa bertanam jagung pada saat musim hujan, sehingga pekerjaan sebagai nelayan menjadi salah satu alternatif pekerjaan lainnya. Banyaknya aksi penangkapan ikan hias dengan bom potassium sejak tahun 1990-an membuat kawasan laut Pemuteran sangat tidak menguntungkan bagi nelayan. Melalui Yayasan Karang Lestari masyarakat Desa Pemuteran akhirnya bertekad untuk memperbaiki kondisi lingkungannya. 

Agung Prana menyampaikan kemiskinan menjadi salah satu faktor penyebab masyarakat Desa Pemuteran waktu dulu melakukan eksploitasi yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Semakin parahnya kerusakan lingkungan mendorong beberapa tokoh masyarakat untuk melakukan rehabilitasi. 

“Di laut dibom dan diportas, di gunung digunduli untuk kayu masak hari ini, pokoknya harus makan hari ini, kondisi itu menjadi penyebab semakin parahnya keadaan,“ tutur I Gusti Agung Prana. 

Upaya merehabilitasi terumbu karang oleh masyarakat Desa Pemuteran mengalami banyak tantangan. Tokoh Masyarakat Desa Pemuteran Wayan Siram menuturkan upaya penyadaran melalui pendekatan kepada para nelayan awalnya mendapatkan perlawanan karena para nelayan hanya menggantungkan hidupnya dari mencari ikan. 

“Air lautnya tercemar oleh potassium, terumbu karangnya hancur kena bom, jadi kita mencoba melakukan pendekatan pada penangkat ikan hias, pendekatan pada kelompok nelayannya untuk bersama-sama menjaga laut itu sendiri, para penangkap ikan hias masih tetap terus karena dia merasa apa yang mereka lakukan itu untuk hidup, untuk kepentingan perut, tetapi saya tidak putus asa terus kita cari, siang kelihatan ada kita cari kesana, sore kita cari, dengan pembinaan,” tutur Wayan Siram.

Secara perlahan masyarakat mulai menyadari pentingnya pelestarian laut. Namun pada saat terjadinya gerakan reformasi, eksploitasi kembali terjadi karena para nelayan menganggap masa kebebasan. Kondisi tersebut juga hampir menyebabkan pertumpahan darah ditengah laut karena para penangkap ikan hias melakukan perlawanan. 

“Orang mencari makan saja tidak boleh, kalau begitu besok kita ketemu di sini, turunkan masa, dia bilang begitu sama pecalang ternyata besoknya betul-betul ditunggu dengan 7 perahu disana , disini pukul kentongan jadinya, turunlah semua masyarakat, pecalang semua turun, perahu disini habis semua ketengah dengan senjata macam-macam, apa yang ada itu yang dibawa, syukur-syukur para penangkap ikan hias tidak berani, dia bawa bom,” tambahnya.

Banyaknya taman-taman koral yang terbentuk secara alamiah di sekitar laut Pemuteran kini menjadi bukti kerja keras masyarakat pemuteran. Bentangan ekosistem terumbu karang kini tidak saja menjadi habitat hidup bagi ikan dan satwa laut lainnya.

Keindahan taman laut tersebut kini juga menjadi daya tarik bagi wisatawan.

Guna menjaga kelestarian kawasan pesisir Pemuteran, masyarakat Desa pemuteran mengembangkan pengamanan swadaya dengan membentuk pecalang segara. Pecalang merupakan kelompok pengamanan swakarsa oleh masyarakat adat di Bali. Seperti namanya, pecalang segara (laut) punya tugas khusus mengamankan laut di wilayah Desa Adat Pemuteran. 

Wakil Ketua II Pecalang segara atau petugas pengamanan adat wilayah laut Desa Pemuteran Made Gunaksa mengakui walaupun wilayah Pantai Pemuteran telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi tetapi masih saja terdapat oknum yang melakukan pencurian ikan. 

“Kalau yang namanya pencuri selalu ada, tetapi tidak separah tahun-tahun lalu, tetapi sekarang kebanyakan orang luar karena di desa kami sudah setiap ada pertemuan, setiap ada odalan/upacara di pura, setiap ada perkumpulan selalu kami memberikan pesan tersebut,” ujar Made Gunaksa.

Keberhasilan masyarakat Desa Pemuteran Buleleng kini diduplikasi oleh pemerintah provinsi Bali untuk dikembangkan di daerah pesisir lainnya di Bali.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali Made Gunadja menyebutkan saat ini ada 4 wilayah yang ditargetkan menjadi kawasan pengelolaan terumbu karang secara swadaya.

Ke-4 wilayah tersebut diantaranya Sumberkima dan Penuktukan di Kabupaten Buleleng, Pulau Serangan di Denpasar dan di Teluk Benoa Kabupaten Badung. Keempat wilayah tersebut dikembangkan karena potensi terumbu karang yang masih terjaga dan kesadaran masyarakat untuk menjaga wilayah pesisirnya juga tinggi. 

“Artinya kita menstimulasi saja, pemberdayaaan itu tantanganya harus selalu kita dampingi, kalau tanpa pendampingan masyarakat/kelompok itu kadang-kadang ada bagaimana caranya menanam terumbu karangnya misalnya, selain itu ada fasilitasi untuk peralatan menyelam, bagaimana menyelam kan harus kita fasilitasi dengan pelatihan,” ujar Made Gunadja.

Made Gunadja menyebutkan pada tahun ini, pemerintah provinsi Bali mengalokasikan dana sebesar Rp. 140 juta untuk membantu masyarakat Pulau Serangan dalam pengelolaan terumbu karang secara swadaya. Dana tersebut diberikan dalam bentuk 20 pasang meja tanam terumbu karang.

Pada tahun lalu alokasi yang sama juga diberikan untuk membantu masyarakat di kawasan Penuktukan Buleleng. Tantanganya kemudian adalah metode pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang masih dilakukan dengan cara konvensional.

Berbeda dengan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Pemuteran Buleleng yang memanfaatkan teknologi biorock. Mengingat penggunaan teknologi biorock memerlukan energi listrik untuk mempercepat pertumbuhan terumbu karang. 

“Ini perlu upaya dari masyarakat, harusnya bisa kita kembangkan dengan memanfaatkan energy listrik dari sel surya,” ungkap Made Gunadja.

Direktur Yayasan Wisnu Made Suarnata mengungkapkan langkah pengembangan teknologi biorock dengan energy sel surya merupakan suatu konsep yang sangat ideal.

Dengan memanfaatkan energy surya untuk rehabilitasi karang maka tidak ada lagi ketergantungan energy dari energy yang jumlahnya terbatas. Langkah pemanfaatan ini juga menjadi bukti nyata bahwa kebijakan pro-lingkungan mampu dilaksanakan secara optimal.  “Dengan kreativitas ini tidak lagi ada ketergantungan pada energy dari solar, minyak bumi maupun batubara, ini bener-bener pro-lingkungan,” tegas Suarnata.

Menurut Suarnata, tantangan yang kemudian harus dicari solusinya adalah penataan panel surya dan kabel yang mengalirkan listrik ke paket-paket biorock. Jangan sampai kabel yang tidak tertata dengan rapi mengurangi estetika. Bagimanapun juga keberhasilan masyarakat Pemuteran dalam mengelola dan melestarikan laut telah menyebabkan banyak wisatawan dan penyelam dari berbagai negara tertarik mengunjungi taman laut Pemuteran. 

Suarnata berharap pemerintah mampu melihat pemikiran inovatif yang dilakukan dan diterapkan oleh Yayasan Karang Lestari bersama masyarakat Pemuteran.

Pemerintah juga harus mampu menjadikan keberhasilan masyarakat Pemuteran sebagai model atau contoh yang harus dikembangkan di daerah lainnya di Bali. 

“Ini dapat menjadi tempat pembelajaran, kalau ini kita berhasil maka kita bisa membuat hal yang sama di pesisir Bali lainnya,” ujar Made Suarnata.

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami