search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Jangan Kucilkan Penyandang Cacat
Selasa, 15 Juli 2014, 09:08 WITA Follow
image

beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Meski buta, Made Tirtayasa mampu hidup mandiri. Dengan keahlian memijat, ia bisa menghidupi seorang istri dan tiga orang anaknya. "Orang banyak yang mengeluh dalam hidup, antara lain mengeluh karena tidak punya uang. Itu baru tidak punya uang, bagaimana kalau tidak punya mata seperti saya ini," kata Made Tirtayasa, saat berbincang dengan beritabali.com, di area Pesta Kesenian Bali, Art Center, belum lama ini.

Meski disampaikan dengan cara guyon, tapi apa yang disampaikan Made sungguh merupakan sebuah pesan hidup yang amat mendalam. Bahwa sebagai mahluk hidup, manusia harus tabah dalam menjalani kehidupan. Jangan mudah mengeluh.

Made Tirtayasa merupakan seorang tunanetra. Untuk menyambung hidup, kini ia berprofesi sebagai pemijat.

Pria yang akrab dipanggil De Sibang ini, lahir 18 Maret 1973, di Sibang, Kabupaten Badung Bali.

Sejak lahir, Made sudah mengalami gangguan penglihatan. Ia hanya bisa melihat obyek berjarak maksimal 20 meter. Karena masih bisa melihat dengan jarak 10 hingga 20 meter, Made masih bisa bermain sepeda, seperti anak sebayanya.

Mulai April 2008, Made mendadak buta total. Dunia yang sebelumnya terlihat samar-samar, kini berubah gelap total.

"Bulan April saya total buta, gelap. Waktu itu saya stres berat, saya marah, sering marah-marah, semua saya marahi sehingga tidak ada yang berani dekat dengan saya,"ujarnya.

Rasa frustasi ini sempat dirasakan Made selama beberapa bulan. Tapi akhirnya ia memutuskan segera bangkit, menjalani hidup dengan tabah.

"Saya termotivasi dengan temen-teman sesama tunanetra yang buta total, mereka bisa hidup kenapa saya tidak bisa juga? Tapi saya 3 bulan sempat  stres, tapi akhirnya terbiasa,"ujar Made.

Made akhirnya kembali menjalani hidupnya sebagai tukang pijat keliling. Bedanya, jika dulu Made biasa mendatangi pelanggannya langsung karena masih bisa melihat samar-samar, kini ia harus diantar oleh ojek langganan atau dijemput oleh pelanggannya dari wilayah Badung dan Denpasar.

Made melayani pelanggan mulai daerah Mengwi, Denpasar, hingga Nusa Dua di ujung selatan Kabupaten Badung. Untuk tarif, Made biasa mematok tarif pijat Rp 30 ribu untuk sekali pijat. Tapi biasanya ada pelanggan yang memberi uang lebih untuk layanan pijatnya. Kadang ada juga yang membayar sukarela sesuai kemampuan. Made tak pernah terlalu mempersoalkannya.

Dengan keahlian pijat yang diwarisi dari kakeknya, Made mampu menghidupi istrinya Komang Sulasmi yang juga tuna netra, dan 3 orang anak yang lahir dengan fisik normal. Satu anaknya sudah bekerja, sementara dua lainnya masih di bangku sekolah.

"Pesan saya, kita harus selalu bersyukur dalam menjalani hidup ini. Untuk masyarakat, agar jangan mengucilkan anak cacat, rangkul mereka agar bisa hidup mandiri, jangan malah dikucilkan dari kehidupan sosial, jangan malu punya keluarga cacat, dukunglah mereka,"ujar Made.

 

Setiap hari Senin, Made Sibang bisa ditemui di kantor UPTD Dinas Sosial Propinsi Bali, Jalan Serma Mendra, Denpasar. Selain Senin, ia berkeliling melayani para pelanggannya di seputaran Badung dan Denpasar.

 

Reporter: bbn/psk



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami