search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Harga Beras Melambung, Warga Bisa Konsumsi Makanan Alternatif
Jumat, 13 Maret 2015, 00:00 WITA Follow
image

bbn/net/ilustrasi

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Antisipasi melonjaknya harga beras yang semakin melambung tidak terkendali, selain melakukan operasi pasar, pemerintah juga diminta mulai memikirkan alternatif lain untuk bisa mengendalikan harga beras.

Penasehat Gerakan Nelayan dan Tani (Ganti) Provinsi Bali, Ir. Putu Rasjmawan, MAP juga meminta pemerintah bisa menyerukan masyarakat luas agar mulai belajar mengkonsumsi makanan pokok baru agar tidak tergantung hanya mengkomsumsi beras sebagai kebutuhan pokok.

"Harga beras yang tidak terkendali akibat ulah para mafia beras, sehingga mempengaruhi harga beras mengingat beras menjadi bahan kebutuhan pokok utama masyarakat. Dulu kita pernah swasembada beras, namun rasanya tidak terlalu lama kita kembali mengimpor beras," ungkap Putu Rasjmawan di Badung, Bali, Rabu (4/3/2015).‬

Ia justru bertanya apakah tidak mampu berswasembada pangan atau sengaja dibuat skenario agar pemerintah harus mengimpor beras atau memang karena kondisi alam. "Namun apa yang berbeda dengan Thailand kondisi alamnya, tapi bisa berswasembada beras," jelasnya.

‪Target presiden Jokowi selama 3 tahun bisa berswasembada pangan termasuk beras, seharusnya bisa terwujud jika bisa melakukan substitusi pangan. Karena tanpa mengkomsumsi beras pun masyarakat bisa hidup jika mau mengembangkan produk pertanian lain yang bisa dikomsumsi menjadi bahan makanan pokok.

Menurutnya, salah satunya dikembangkan dari komoditi pertanian seperti edamame atau kedelai Jepang, jagung maupun umbi-umbian yang memiliki kandungan karbohidrat yang sama dengan beras dan bisa dikembangkan dengan baik. Bahkan, pengganti beras lainnya bisa dikembangkan adalah gandum dengan memainkan teknologi pertanian di Bali.

"Petani di Bali kan tidak banyak memiliki tanah yang rata-rata 25 sampai 30 are oleh karena itu harus mengembangkan produk-produk yang kwalitatif sesuai kebutuhan pasar. Saya sangat mendukung upaya swasembada pangan dan ketahanan pangan di Bali, tidak hanya memberikan ide untuk memajukan sektor pertanian, namun sudah diimplementasikan bersama petani, khususnya di wilayah Badung Utara," tegas Rasjmawan.

Dari kaca mata pengamatannya, para petani sebenarnya tidak ingin harga beras terlalu melambung, namun harganya harus stabil karena akan berpengaruh terhadap harga kebutuhan yang lain. Selain itu, pemerintah semestinya bagaimana mengembangkan produk pertanian yang tidak hanya tergantung pada beras, Namun memiliki produktifitas tinggi dengan tanah minim namun bisa memberi penghasilan yang cukup kepada petani.

Ia memiliki gagasan merubah mainset petani untuk meningkatkan hasil produksi dan daya saing yang perlu dilakukan terus menerus. Apalagi, kebutuhan dalam negeri belum banyak bisa dipenuhi dan pertanian Indonesia sangat kurang kontribusinya yang kurang dari 3,5 persen.

"Kenapa kita kalah dengan negara kecil seperti Thailand dan Vietnam yang kontribusi sektor pertaniannya sangat besar bagi negaranya. Kuantitas hasil sektor pertanian juga perlu dibarengi dengan kualitas," harapnya. Untuk itu, diperlukan bukti nyata yang harus dilakukan pemerintah, karena masyarakat saat ini masih pragmatis dan dipengaruhi situasi politik dibandingkan menumbuhkan potensi ekonomi dan memajukan kesejahteraan masyarakat.

Reporter: bbn/rob



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami