search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Tumpek Kandang, Desa Kukuh Ngerebeg Gebogan Buah
Minggu, 27 November 2016, 07:45 WITA Follow
image

beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, TABANAN.

BeritaBali.com, Tabanan. Desa Pakraman Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan, untuk kedua kalinya menggelar upacara ngrebeg gebogan woh-wohan (gunungan buah) di Pura Dalem Kahyangan Kedaton pada Saniscara Kliwon Uye atau Tumpek Kandang, Sabtu (26/11). 
 
Dibanding enam bulan lalu, jumlah gebogan yang digunakan sesaji lebih meningkat. Selain Desa Pakraman Kukuh yang buat gebogan woh-wohan setinggi 2 meter, Kelompok Pedagang Alas Kedaton (KPAK) berpartisipasi dengan menghaturkan 10 gebogan alit.
 
Sebelum prosesi ngrebeg dimulai, Pamangku Pura Dalem Kahyangan Kedaton, I Ketut Sudira memimpin upacara ngotonin wre (kera) penghuni Alas Kedaton ( Alaska ). Selanjutnya sembahyang bersama prajuru Desa Pakraman Kukuh, Kelian Adat se-Desa Kukuh, Perbekel Kukuh dan Kelian Dinas se-Desa Kukuh serta pengurus dan anggota KPAK. 
 
Usai persembahyangan digelar upacara ngrebeg di jaba tengah Pura Dalem Kahyangan Kedaton. Prosesi ngrebeg lengkap dengan bebandrang, tedung, dan lelontek. Di belakangnya berjejer belasan anggota KPAK yang membawa geboban. Iring-iringan terakhir gebogan setinggi 2 meter. Iring-iringan ini mengitari areal pura sebanyak tiga kali. Setelah itu, dilanjutkan ngerebeg di jaba sisi atau areal parkir. Usai ngerebeg, gebogan ditempatkan di tengah-tengah areal parkir. Sejumlah wre langsung mendekat untuk berebut buah.
 
Bendesa Adat Kukuh, I Gede Subawa mengatakan, ngerebeg gebogan woh-wohan merupakan impelentasi Tri Hita Karana, khususnya palemahan yakni hubungan manusia dengan lingkungan alam. Diterangkan, pada Saniscara Kliwon Uye merupakan upacara memuliakan sato (hewan) baik piaraan maupun hewan liar. 
 
“Kami punya kera dan kelelawar di Alas Kedaton, kami gelar upacara otononan untuk binatang tersebut,” ungkap Subawa. 
 
Sementara ngrebeg woh-wohan buat kedua kalinya merupakan naur sesangi untuk mengembalikan kejayaan Alas Kedaton. Pada era tahun 1990-hingga tahun 2001, Alas Kedaton menjadi objek wisata favorit dengan kunjungan per hari rata-rata 5.000 wisatawan.[nod/psk]
 
 
 

Reporter: -



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami