Masyarakat Bali, Tanah, dan Wong Alus
Kamis, 13 April 2017,
15:59 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Beritabali.com, Denpasar. Gamang, memedi, maupun tonya masih menjadi sebuah kepercayaan bagi masyarakat Bali. Masyarakat Bali percaya mereka tak sendiri. Tidak hanya ada manusia, namun juga ada makluk lain di bumi.
Seperti diketahui, masyarakat Hindu Bali meyakini adanya sekala niskala. Kepercayaannya itu kental dalam setiap sendi kehidupannya. Termasuk, dalam persoalan tanah.
[pilihan-redaksi]
Dalam catatan Thomas A.Reuter pada bukunya Custodians of The Sacred Mountains, dijelaskan bahwa masyarakat Bali begitu memperhatikan tiga hal ketika membuka tanah. Tiga hal tersebut yakni wong alus, bhuta kala, dan bhatara.
Terkait wong alus, masyarakat Bali percaya bahwa terdapat makhluk lain yang sebelumnya juga tinggal di tanah tersebut sebelum manusia datang. Makhluk tersebut disebut juga pasca manusia, sebab berwujud manusia dalam unsur yang halus. Sehinggga, wujudnya pun tidak dapat dilihat mata biasa.
Wong alus sendiri jika diterjemahkan berarti orang halus. Wong Alus merupakan lambang dari penduduk asli. Wong alus adalah bangsa kuno yang tidak memiliki nama dan dipaksa masuk ke hutan, jurang, reruntuhan, dan gua-gua yang gelap. Sama halnya dengan leluhur masyarakat Bali yang telah didewakan, mereka diasosiasikan dengan tempat-tempat tersebut.
Masyarakat Bali memahami wong alus sebagai warga yang tidak dapat dilihat dan tanpa zaman dari sebuah dunia niskala (harfiah berarti tanpa waktu). Mereka berdekatan dengan dunia manusia dan hidupnya bergnatung untuk sementara waktu atau sekala (secara harfiah berarti waktu yang dapat dihitung). Transisi dua dunia ini (sekala dan niskala) berubah-ubah.
Wong alus pun terkadang memunculkan dirinya secara spontan. Seperti misalnya masyarakat pegunungan yang sering melihat makhluk ini di dalam semak belukar.
Itulah sebabnya, masyarakat Bali begitu meyakini adanya kehidupan lain di tempat-tempat tertentu seperti rumah yang lama kosong, daerah pegunungan, maupun jurang. Tak jarang, wong alus ini pun akan merasuki manusia jika tempatnya diganggu.
Sebagai sebuah penghormatan, masyarakat Bali yang membuka tanah kemudian akan melaksanakan upacara tertentu. Sebagai bentuk pengusiran terhadap makhluk ini. Di dalam upacara itu pula, dimohon agar tidak diganggu dan sama-sama menjaga waktu dan dunia masing-masing. [wrt]
Berita Premium
Reporter: -
Berita Terpopuler
ABOUT BALI

Film Dokumenter Hidupkan Kembali Sejarah Tari Kecak di Bedulu
Senin, 22 September 2025

Makna Tumpek Landep Menurut Lontar Sundarigama
Sabtu, 20 September 2025

Tari Sanghyang Dedari Nusa Penida Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda
Sabtu, 23 Agustus 2025

Mengenal Tetebasan Gering, Topik Menarik di Festival Lontar Karangasem
Jumat, 30 Mei 2025

29 Pasangan Ikuti Nikah Massal di Pengotan
Kamis, 15 Mei 2025