search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Prof Bandem: Lebih Baik Menyisipkan Penasar Daripada Memaksakan Bondres
Selasa, 10 April 2018, 14:15 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com.Denpasar, Lagi-lagi pementasan janger tergelincir karena memaksakan tampilnya bondres dalam pementasan janger. Padahal kalau sekedar lelucon atau pengantar alur cerita, pengamat seni mengusulkan kehadiran penasar dinilai lebih tepat.
 
[pilihan-redaksi]
Dua pengamat seni pertunjukkan, Prof. Dr. I Made Bandem, MA dan Dr. I Nyoman Astita, MA mengutarakan hal itu usai pementasan janger Komunitas Seni Seniman Muda Klungkung dan ST. Dharma Laksana-Denpasar di kalangan Ayodya, Taman Budaya, Denpasar, Minggu malam (8/7).  “Penampil yang pertama (Komunitas Seni Seniman Muda Klungkung –red) tiyang lihat agak campuran dengan memasukkan bondres.  Karena bondres itu keutuhan bentuk (janger –red) menjadi agak terganggu,” ujar Astita. 
 
Menurut Astita itu terjadi karena bondres dari segi bentuk, kostum dan bagaimana bondres itu mengambil porsi pertunjukkan tidak ada kaitannya sama sekali. Jadi cerita itu tidak dapat dipertahankan keutuhannya. Kejadian serupa terjadi pada pementasan janger sehari sebelumnya. Bahkan karakter Mahapatih Gajah Mada yang berwibawa pada lakon jangernya ‘dirusak’ oleh keberadaan bondres.
 
Bandem juga menyoroti penampilan janger Komunitas Seni Seniman Muda Klungkung. Menurut Bandem dari segi pakaian agak berlebihan dan kehadiran bondres yang membuat durasi lebih panjang dan mengganggu keutuhan alur cerita. Secara pribadi, Bandem lebih menyukai penampilan ST. Dharma Laksana-Denpasar. “Mereka tampil lebih sederhana dan lebih komplit jangernya,” puji Bandem. 
 
Hanya saja menurut Bandem, dari segi dinamikanya sering terlalu force full. Terlalu tegang terus. Padahal perlu ada melankolis. Oleh karena itu diatur oleh gamelan sesungguhnya. Ke depannya pengaturan dinamika yang perlu ditingkatkan. Karena janger itu kan tidak selalu force full keras. Tetapi perlu juga ada melankolisnya. Pada pementasan ini ST. Dharma Laksana-Denpasar mengangkat cerita ‘Sunda Upasunda’. Sebuah cerita klasik  yang diangkat dari kitab Bhagawad Gita. 
 
[pilihan-redaksi2]
Adapun Komunitas Seni Seniman Muda Klungkung mengangkat cerita ‘Klungkung Jayanti’ dengan latar cerita Mahapatih Gajah Mada dan Patih Kebo Iwa. Penampilan ini mendapat apresiasi dari Astita. “Tadi saya lihat memang garapan yang pertama (Komunitas Seni Seniman Muda Klungkung –red)  itu agak lebih dinamis sedikit dibanding yang yang penampilan kedua (ST. Dharma Laksana-Denpasar –red). 
 
Peralihan-peralihannya itu digarap. Jadi tidak datar dia. Ada dinamika di sana,” tutur Astita. Sementara janger dari ST Dharma laksana – Denpasar, menurut Astita, bentuknya masih seni janger tradisional sesungguhnya. Baik Astita dan Bandem sepakat penampilan kedua komunitas seni ini tetap menjaga seni kerakyatan sebagai ciri dari seni janger. 
 
“Mereka sudah memenuhi harapan kita untuk tampil. Kualitas penarinya bagus-bagus. Hanya saja kelemahannya pada koreografinya dan masuknya bondres yang mengganggu jalan cerita.,” ucap Bandem. Jalan keluarnya menurut Bandem, “ dari pada memaksakan masuknya bondres dalam janger. Lebih baik menggunakan penasar untuk memberi bumbu lelucon sedikit dan menjadi pengantar cerita.” Jalan keluar Bandem ini juga disepakati oleh Astita. (bbn/rls/rob)

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami