search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kisah Simpen Buruh Panjat Asal Linggasana, Tinggal di Gubuk Bersama Keluarga
Selasa, 27 Agustus 2019, 15:30 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, KARANGASEM.

Beritabali.com, Karangasem. Gubuk berukuran 2 × 2,5 meter beratapkan seng dengan empat buah batang bambu sebagai pilarnya serta menggunakan daun kelapa sebagai dinding menjadi satu satunya tempat untuk menghabiskan malam bagi keluarga I Ketut Simpen asal Dusun Linggasana, Desa Bhuanagiri, Bebandem, Karangasem.
 
[pilihan-redaksi]
Di dalam gubuk berlantaikan tanah ini, Simpen tinggal bersama Istrinya Ni Nengah Manis, 40 tahun dan dua dari tiga anaknya yaitu, I Komang Sueca 7 tahun dan Kadek Ari 13 tahun sementara satu anaknya yang paling tua yaitu, Ni Wayan Putu Ekayanti 20 tahun bekerja merantau ke Denpasar selepas lulus dari bangku sekolah dasar.
 
Ketika media ini datang ngunjungi tempat tinggal Ketut Simpen ditemani oleh Kepala Wilayah setempat Ketut Subrata pada Selasa (27/08/2019), untuk menemukan rumahnya tidaklah begitu sulit, dari jalan utama Dusun Linggasana jika datang dari arah selatan (Desa Budakeling) posisinya berada di kanan jalan tepatnya sekitar 100 meter dari jalan utama.
 
Begitu sampai di depan tempat tinggalnya, terlihat lurus atau batang kayu yang ditancapkan menjadi pembatas antara pekarangan rumah dan kebun di sekitarnya. Dalam pekarangan terdapat dua buah gubuk sederhana yaitu satu sebagai tempat tidur dan yang satunya sebagai dapur. Ukuran kedua gubuk tersebut hampir sama bahkan bagian dindingnya juga terbuat dari anyaman bambu dan daun kelapa.
 
Saat masuk ke pekarangannya, Simpen bersama istri terlihat sedang sibuk mejaitan (merajut janur) untuk persiapkan membuat sarana upakara piodalan di desanya, "Om swastiastu" begitu sapa Simpen ketika mengetahui kedatangan media ini.
 
Kepada media ini, Simpen menuturkan tinggal bersama keluarga disana baru sekitar dua bulanan, karena sebelumnya tanah yang mereka tinggali adalah milik orang lain yang dipinjamkan. Karena mendiang kakak kandungnya memiliki warisan tanah dan diberikan pada Simpen akhirnya memutuskan untuk pindah ke lokasi tempat dirinya membangun gubuk saat ini.
 
Kondisi perekonomian membuat Simpen hanya mampu membangun gubuk sederhana sebagai tempat tinggal bersama istri dan anak-anaknya tidak hanya itu, bekerja sebagai buruh panjat dengan penghasilan tak menentu juga memaksa kedua putrinya tidak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
 
"Anak pertama perempuan merantau ke Denpasar setelah tamat SD, adiknya juga sama tamat SD dan anak terkecil laki laki masih kelas satu SD," tutur Simpen kepada media ini.
 
[pilihan-redaksi2]
Bekerja sebagai buruh panjat membuat penghasilan Simpen tidak menentu. Upah yang simpen terima hanya Rp. 5 ribu untuk memanjat satu pohon kelapa itu pun tidak setiap hari. Sementara sang istri Ni Nengah Manis dalam kondisi sakit sakitan sehingga tidak mampu membantu Simpen untuk mencari nafkah
 
Tak cukup sampai disana, di tengah himpitan ekonomi Simpen juga harus membeli air seharga Rp. 1.000 per satu jirigen isian 24 liter untuk memenuhi kebutuhan air bersih keluarga setiap harinya. Sementara itu, terkait kondisi Simpen, Kepala Wilayah Dusun  Linggasana, I Ketut Subrata mengaku sebelumnya sudah mengajukan bantuan bahkan ketika tinggal di lahan sebelumnya Simpen merupakan salah satu warga penerima bantuan perehaban.
 
Selain itu, beberapa waktu lalu sempat juga ada komunitas yang datang melihat kondisi Simpen dan rencananya akan diberikan bantuan berupa bedah rumah.
"Beginilah kondisi warga kami, semoga pihak terkait bisa membantu meringankan bebannya," kata Subrata. (bbn/igs/rob)

Reporter: -



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami