search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Uang Baru Rp75 Ribu: Bukan Sekedar Uang Simbolis Biasa
Jumat, 21 Agustus 2020, 19:50 WITA Follow
image

beritabali/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Bank Indonesia secara resmi meluncurkan uang pecahan Rp75 ribu bertepatan dengan perayaan HUT Proklamasi RI yang ke-75. Pecahan uang baru ini menjadi kado spesial perayaan hari kemerdekaan di tengah pandemi. 

Dikutip dari Kompas.com, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa uang tersebut bukan sebagai tambahan likuiditas kebutuhan pembiayaan aktivitas ekonomi. Peluncuran uang rupiah khusus untuk memperingati peristiwa penting dan dicetak dalam jumlah terbatas. 

Uang Peringatan Kemerdekaan 75 Tahun Republik Indonesia (UPK 75 Tahun RI) dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai bentuk persembahan rasa syukur atas anugerah kemerdekaan dan pencapaian hasil pembangunan selama 75 tahun kemerdekaan Indonesia. Meskipun demikian uang tersebut juga tetap diakui sebagai alat pembayaran yang sah.

Peluncuran resmi uang Rp 75 ribu turut menjawab rasa penasaran publik yang pada awalnya mengira sebagai tambahan uang baru di tengah pandemi. Persepsi tersebut akhirnya terbantahkan karena memang akan sangat ganjil jika pemerintah menambah jumlah uang beredar di saat perekonomian lesu seperti saat ini. Dalam teori siklus bisnis riil disampaikan bahwa ketika terjadi guncangan pada "aggregate supply maupun aggregate demand", keseimbangan di sektor riil tidak serta merta dapat dicapai dengan menambah jumlah uang beredar di sektor moneter. 

Pilihan ini justru berbahaya karena berpotensi memicu hiperinflasi di tengah pandemi. Di sisi lain adanya tambahan jenis uang baru yang dilempar ke masyarakat otomatis menimbulkan biaya tambahan bagi sektor perbankan untuk menyiapkan penyesuaian operasional. Kenaikan biaya operasional dapat memicu penurunan bunga simpanan atau menaikkan suku bunga pinjaman. Opsi ini justru akan menjadi kontraproduktif dengan usaha pemulihan ekonomi nasional. Dilihat dari jumlahnya yang terbatas kemungkinan UPK 75 Tahun RI cenderung lebih banyak digunakan sebagai koleksi daripada transaksi.

Penerbitan uang khusus sudah sering dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka peringatan hari khusus baik dalam bentuk uang logam maupun kertas. Uang rupiah edisi khusus tersebut diantaranya yaitu edisi 25 tahun kemerdekaan RI, edisi perjuangan angkatan 45, edisi save the children, edisi cagar alam 1974, 1987, edisi 50 tahun kemerdekaan RI, edisi 100 tahun proklamator Bung Karno dan Bung Hatta serta edisi children of the world

Melalui edisi khusus uang pecahan Rp 75 ribu diharapkan meningkatkan kecintaan masyarakat akan rupiah sebagai simbol kedaulatan. Dengan kombinasi desain keberagaman budaya Indonesia serta gambar Sang Proklamator tentu menambah istimewa uang Rp 75 ribu. Pesan untuk selalu menjunjung tinggi kebhinekaan terselip apik dalam tampilannya. 

Penerbitan uang ini pun mendapat animo yang luar biasa dari masyarakat Indonesia dilihat dari traffic pemesanan uang yang langsung membludak sejak pertama kali dirilis. Masyarakat berbondong-bondong untuk dapat memesan “uang spesial” di tengah pandemi ini. Pemesanannya pun dibatasi dengan syarat satu NIK hanya boleh memesan 1 lembar uang. Tujuannya adalah agar uang tersebut dapat terdistribusi secara merata di seluruh Indonesia.

Salah satu manfaat yang dapat dituai dari pencetakan uang pecahan baru adalah pergerakan permintaan pada industri pencetakan. Nilai tambah yang dihasilkan tentu akan menggairahkan industri percetakan khusus yaitu uang kertas yang termasuk ke dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia kode 18112. Performa kategori industri pengolahan pada triwulan II yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) tercatat mengalami kontraksi sedalam 6,49 persen. 

Meskipun hanya dicetak terbatas, pencetakan uang pecahan baru menjadi angin segar pemulihan sektor industri jika dicetak dalam negeri selama masa pandemi. Dampaknya mungkin tidak terlalu signifikan, namun perlu diapresiasi karena memang bukan ditargetkan sebagai pendongkrak likuiditas transaksi ekonomi. 

Membludaknya jumlah permintaan mengakibatkan uang pecahan baru Rp 75 ribu lebih dari sekedar alat pembayaran yang sah. Banyak masyarakat yang berburu untuk dijadikan koleksi. Mereka yang tidak mendapatkannya secara langsung dari Bank Indonesia akan terus mencari meskipun dengan penawaran harga yang cukup fantastis. Dikutip dari CNBCIndonesia.com disebutkan bahwa sehari setelah resmi dirilis ditemukan bahwa uang pecahan Rp 75 ribu sempat ditawarkan di e-commerce Buka Lapak seharga Rp 50 juta sedangkan di e-commerce Shopee, edisi uang khusus tersebut sempat ditawakan dengan harga Rp 1,375 juta.  

Iklan tersebut kini sudah tidak muncul pada laman resmi kedua e-commerce tersebut mungkin karena sudah laku terjual. Dalam ilmu financial behaviour, fenomena ini sering dikenal dengan istilah ‘irrational exuberance’. Artinya, kenaikan harga sebuah instrumen investasi yang tidak masuk akal akibat adanya dorongan emosi dan eforia. Fenomena seperti ini sangat sering terjadi di Indonesia, sebut saja fenomena batu akik dan anturium seperti dikutip dari ussfeed.com.

Peluncuran uang baru Rp 75 ribu yang bertepatan dengan HUT Kemerdekaan RI ternyata lebih dari sekedar simbolis. Selain memang dikeluarkan khusus pada momen penting bangsa Indonesia, uang Rp 75 ribu juga secara tidak langsung mampu merangsang roda perputaran uang terutama bagi kolektor uang khusus. Terbukti dengan tawaran harga yang fantastis hingga Rp 50 juta. 

Meskipun Bank Indonesia sudah menyebutkan bahwa fenomena tersebut tidak dapat dihindari, fenomena ini menjadi sinyal yang cukup menarik akan situasi perekonomian yang digadang gadang berada diambang jurang resesi. Jika dalam situasi sulit masa pandemi daya beli yang cukup fantastis masih ada, bukankah ini pertanda bahwa ketimpangan pun sebenarnya sangat tinggi? Indikasi peningkatan ketimpangan  sebenarnya sudah terlihat dari nilai rasio gini yang dirilis oleh BPS RI. 

Pada periode Maret 2020 nilai rasio gini tercatat sebesar 0,393 atau naik 0,002 poin dari periode September 2019. Situasi ini bisa saja semakin buruk mengingat hantaman badai pandemi belum begitu dahsyat di periode Maret 2020. Gelombangnya masih menjalar tidak tentu kapan akan berakhir. Semoga uang pecahan baru juga memantik semangat baru karena merdeka bukan sekedar perayaan simbolis biasa. Dirgahayu Republik Indonesia yang ke 75. Indonesia Jaya!


I Gede Heprin Prayasta
Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi
Universitas Udayana

Reporter: bbn/opn



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami